Pengenaan Cukai Kantong Kresek Terkendala Masalah Perizinan

Target penerimaan negara dari setoran cukai kantong kresek pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 dipatok sebesar Rp 500 miliar.

oleh Merdeka.com diperbarui 23 Agu 2018, 15:51 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2018, 15:51 WIB
Ilustrasi Kantong Plastik
Ilustrasi Kantong Plastik

Liputan6.com, Jakarta Rencana pemerintah mendorong pengenaan cukai pada kantong plastik tahun ini nampaknya belum dilakukan. Padahal target penerimaan negara dari setoran cukai kantong kresek pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 dipatok sebesar Rp 500 miliar.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengaku masih ada kesulitan dalam penerapan kebijakan tersebut. Salah satunya adalah mengenai persetujuan dari beberapa kementerian atau lembaga terkait lainnya.

"Kami komunikasi pararel dengan Komisi XI karena harus ada persetujuan juga dari Komisi XI dan itu jalan terus, kami harapkan segera ada keputusan, tapi pararel dengan itu, kami sudah siapkan aturan di bawahnya," ungkapnya saat ditemui di Tanggerang, Kamis (23/8/2018).

Heru mengatakan, kebijakan ini tidak bisa hanya diputuskan melaui Kementerian Keuangan saja. Sebab itu, dalam mendorong kebijikan tersebut maka telah dibentuk Panitia Antara Kementerian (PAK) yang di dalamnya dibahas aspek-aspek teknis pada cukai plastik.

"Pertama, objeknya, ini akan terbatas pada kantong kresek, dan tidak sampai ke kemasan plastik lainnya. Kami akan arahkan bahwa yang dikendalikan adalah yang tidak ramah lingkungan karena ini sudah pada kondisi yang mengkhawatirkan, laut sudah tercemar plastik dan lain-lain," jelas dia.

Di sisi lain, dikatakan Heru, bagi mereka yang sudah memproduksi plastik ramah lingkungan akan diberikan perlakukan yang berbeda daripada mereka yang masih produksi kantong plastik yang tidak ramah lingkungan.

"Bentuk kemudahan atau insentif ini bisa dengan tarif yang berbeda, kemudahan fiskal kalau mereka impor mesin ramah lingkungan, sehingga secara langsung dan tidak langsung, akan mengarah ke dua hal. Pertama, produksinya ramah lingkungan. Kedua, konsumsi bijaksana," sebutnya.

Meski demikian, dirinya tetap optimis PP tersebut akan keluar pada tahun ini. "PP harus tunggu approval dari Komisi XI, kami targetkan tahun ini," pungkasnya.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan, Nugroho Wahyu menyebut, faktor kesehatan dan aspek lingkungan menjadi alasan kebijakan ini perlu didorong.

Dengan pengenaan cukai terhadap kantong plastik diharapkan akan mampu mengurangi sampah plastik.

"Pertimbangan kesehatan, lingkungan hidup juga sangat penting. Karena contoh plastik, kantong plastik banyak mencemari dan akhirnya terbuang ke laut dan ekosistem juga banyak yang rusak sudah selayaknya dikenakan cukai," imbuhnya.

Bukan Barang Berbahaya, Plastik Tak Perlu Dikenakan Cukai

Kantong Plastik
Pengurangan penggunaan kantong plastik di Inggris. Sumber : mymodernmet.com.

Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) berharap pemerintah membatalkan rencana untuk mengenakan cukai plastik. Sebab, plastik dinilai bukan barang yang berbahaya sehingga perlu dibatasi konsumsinya.

Ketua Industri Olefin dan Polyolefin Inaplas, Edi Rivai mengatakan, meski telah menjadi sampah, plastik masih memiliki nilai jika dikelola dengan baik. Berbeda dengan alkohol dan rokok memiliki dampak negatif terhadap kesehatan.

"Ini bukan barang yang berbahaya, tidak beracun. Tetapi sampah plastik ini punya nilai, bisa jadi energi. Kalau alkohol, rokok kan itu jelas terkait sisi kesehatan. Kalau ini kan masalah pengelolaan, kenapa yang disalahkan material plastiknya. Pengelolaannya yang diperbaiki," ujar di kawasan Harmoni, Jakarta, Kamis (9/8/2018).

Selain itu, lanjut dia, pengenaan cukai pada plastik akan berdampak luas, bukan hanya terhadap industri tetapi juga masyarakat. Sebab plastik merupakan barang yang sehari-hari digunakan oleh masyarakat.

"Malah akan menjadi beban industri, beban masyarakat, akan naiknya inflasi. Kalau kita lihat lebih banyak jeleknya dari pada kebaikannya. Karena itu seharusnya pemerintah sudah berpikir selama 2-3 tahun ini, sudah bisa memahami itu, makanya mereka masih menunda," jelas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya