Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) berencana mengumpulkan serta merilis data perdagangan e-commerce. Data tersebut rencananya sudah dipublikasikan pada Februari 2018 kemarin. Namun, sampai kini data tersebut tak kunjung keluar.
Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto mengaku pihaknya kesulitan mengumpulkan data-data tersebut. Hal ini karena ada pelaku e-commerce yang masih enggan menyerahkan datanya.
"Jadi nampaknya kami masih butuh usaha yang cukup banyak untuk mendapatkan data lengkap," kata dia di Jakarta, Kamis (23/8/2018).
Advertisement
Dia mengatakan sejauh ini pihaknya telah menerima data dari pelaku e-commerce berskala besar.
"Selama ini, gambaran besarnya kami dapat dari pelaku-pelaku e-commerce yang utama. Kita tahu komoditas yang paling sering dibeli lewat online, tapi besaran totalnya kita memang belum bisa memberinya," jelas dia.
Selain pelaku e-commerce yang enggan memberi data, BPS juga harus berhadapan dengan jamaknya pelaku e-commerce informal alias mereka yang berjualan lewat media sosial, serupa Facebook dan Instagram.
"Mereka memang harus ditingkatkan kesadarannya bahwa ini penting untuk ekonomi kita," jelas dia.
Atas dasar kendala inilah, BPS harus mengulur waktu untuk merilis data perdagangan e-commerce. Ia bahkan enggan menentukan target waktu penyelesaian data tersebut.
"Saya nggak bisa janji ya. Memang ini butuh usaha yang lebih besar," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
Sumber:Merdeka.com
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini
Aturan
Pemerintah kembali duduk bersama membahas pengaturan perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce). Kali ini, ada tiga isu yang menjadi fokus bahasan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, isu pertama yang dibahas adalah mengenai pengumpulan data e-commerce.
Kedua, tentang pemberdayaan pelaku usaha lokal. Lalu yang ketiga adalah definisi barang dan jasa digital.
"RPP Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (TPMSE) ini sudah makin matang setelah dibahas beberapa kali di rapat teknis eselon 1 dan rapat tingkat menteri. Sekarang kami akan bahas yang masih menjadi pending issues," kata Menko Darmin saat memimpin Rapat Koordinasi tentang Finalisasi RPP TPMSE, di kantornya, Kamis (2/8/2018).
Baca Juga
Aturan e-commerce mengacu pada UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan mempertimbangkan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
RPP ini juga merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Roadmap e-commerce) tahun 2017-2019.
Menko Darmin juga mengingatkan pentingnya peraturan turunan dan pendukung implementasi RPP TPMSE ini.
“E-commerce itu lintas sektoral. Artinya, kalau RPP ini sudah selesai, maka instansi terkait harus menyelesaikan peraturan pelaksanaannya supaya implementasinya bisa segera jalan,” ujarnya.
Rapat kali ini masih mengkaji berbagai alternatif untuk solusi beberapa persoalan yang perlu dibahas di rapat lanjutan.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin menjelaskan, RPP ini diharapkan dapat memberikan kesempatan berusaha bagi semua pihak.
Rudy mengatakan pada dasarnya aturan tersebut tidak jauh berbeda dengan aturan yang sudah ada yaitu perdagangan offline.
Dia menjelaskan, pada dasarnya proses perdagangan online dan offline sama saja.
"Iya, ini kan kita e-commerce ini hanya medianya bahwa ini berbasis elektronik," kata Rudy.
Selain itu, lanjut Rudy, kepastian dan perlindungan hukum juga menjadi tujuan dari adanya aturan ini. Pemerintah pun ingin ada pengutamaan dan perlindungan terhadap kepentingan nasional dan UMKM.
Hadir dalam kesempatan kali ini antara lain: Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, perwakilan Kementerian/Lembaga terkait, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement