Rupiah Tembus 15.000 per Dolar AS, Ini Tanggapan Sri Mulyani

Sri Mulyani memastikan Pemerintah dan BI akan menggunakan instrumen yang dimiliki untuk mengendalikan pergerakan nilai tukar rupiah.

oleh Septian Deny diperbarui 02 Okt 2018, 18:27 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2018, 18:27 WIB
20160825- Sri Mulyani Raker Bareng Banggar DPR -Jakarta- Johan Tallo
Menkeu Sri Mulyani berjanji akan menyusun APBN yang jauh lebih realistis dan kredibel untuk tahun anggaran mendatang saat saat Raker dengan Banggar DPR, Jakarta,Kamis (25/8). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan pemerintah akan terus memantau pergerakan nilai tukar rupiah yang menembus 15 ribu per dolar Amerika Serikat (AS). Namun demikian, pelemahan nilai tukar rupiah dinilai belum berdampak pada sektor perbankan dalam negeri.

"Kita bersama-sama dengan Bank Indonesia dan Menko Perekonomian terus melihat perkembangan rupiah. Bahwa perkembangan ini tentu akan direspons oleh para pelaku ekonomi," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/10/2018).

Di sektor perbankan, lanjut dia, dari tiga hal yaitu capital adeqequacy ratio (CAR), nonperforming loan (NPL) dan lending rate perbankan dalam negeri masih mampu melakukan penyesuaian nilai tukar rupiah saat ini.

"Kalau dari sisi perbankan, apakah sektor perbankan kita cukup kuat dan terus akan bisa menyesuaikan dengan nilai Rp 15 ribu ini. Kita lihat dari capital adeqequacy rationya mereka, dilihat dari non performing loan mereka, dilihat dari landing rate mereka, semuanya sampai dengan bulan oktober ini dan tampaknya adjustment terhadap angka Rp15 ribu terjadi secara cukup baik," ujar dia.

Sementara dari sisi makro ekonomi, kata Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal III diperkirakan masih cukup tinggi dengan inflasi yang tetap terjaga.

"Kemarin inflasi mengalami penurunan, deflasi, dan growth dikontribusikan dari sektor konsumsi, investasi dan pada degree terntu adalah ekspor dan belanja pemerintah yang saya sampaikan tumbuh 8 persen bisa memberikan kontribusi yang bagus," kata dia.

Namun demikian, Sri Mulyani memastikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia akan menggunakan instrumen yang dimiliki untuk mengendalikan pergerakan nilai tukar rupiah. 

"Saya melihat ini suatu tingkat yang harus kita lihat secara seksama. Namun juga saya harus melihat adjustment atau penyesuaian terhadap level normalisasi dari kebijakan moneter Amerika yang berdampak terhadap rupiah, bisa berjalan cukup baik. Dan kita berharap penyesuaian ini bisa muncul tetap indikator-indikator perekonomian bisa jaga secara baik," ujar dia.

  

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Terus Melemah, Rupiah Tembus 15.025 per Dolar AS

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Sudah Masuk Level Undervalued
Teller menukarkan mata uang dolar ke rupiah di Jakarta, Jumat (2/2). Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang berada di level Rp13.700 hingga Rp13.800.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan yang cukup dalam pada perdagangan Selasa ini. Pelemahan rupiah hingga tembus 15.025 per dolar AS.

Mengutip Bloomberg, Selasa 2 Oktober 2018, rupiah berada di posisi 15.025 per dolar AS pada siang ini, melemah dalam jika dibandingkan dengan pembukaan perdagangan yang ada di angka 14.945 per dolar AS.

Rupiah diperdagangkan di posisi yang lebar yaitu 14.945 per dolar AS hingga 15.025 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 10,84 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok 14.988 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.905 per dolar AS.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan fluktuasi rupiah dibayangi kekhawatiran pelaku pasar uang terhadap aktivitas ekonomi China yang cenderung melambat.

"Ekonomi China yang melambat dikhawatirkan berdampak ke ekonomi kawasan sekitar," katanya seperti dikutip dari Antara.

Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail mengatakan, sentimen tercapainya kesepakatan baru Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) antara AS, Meksiko, dan Kanada dapat mendorong permintaan dolar AS sehingga menahan laju rupiah.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya