Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyatakan, saat ini sebagian besar Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Palu sudah beroperasi. Antrean panjang masyarakat yang mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah tak terlihat.
Ini terlihat dari hasil peninjauan Arcandra terkait kondisi infrastruktur energi di Palu, pada Kamis (11/10/2018). Hasilnya, 15 SPBU sudah kembali melayani penyaluran BBM, dari 17 SPBU yang ada di wilayah tersebut.
"Dari semua SPBU yang terkena dampak hanya tiga yang rusak berat. SPBU untuk Palu aja yang telah beroperasi 15 SPBU sebelum gempa 17 SPBU," kata Arcandra, ‎di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (12/10/2018).
Advertisement
Dikatakan jika saat ini penyaluran BBM di wilayah Palu sudah mendekati normal, sehingga tidak ditemukan lagi antrean panjang masyarakat yang ingin mengisi BBM di SPBU, seperti beberapa hari setelah gempa terjadi.
"Suplai saya cek langsung tidak ada antrean baik itu BBM di SPBU," tutur dia.
Demikian pula infrastruktur penyaluran BBM lain yaitu dermaga di Terminal BBM Donggala, saat ini sudah bisa beroperasi. Hal tersebut ditandai dengan merapatnya kapal pengangkut BBM di Terminal BBM tersebut kemudian disalurkan ke SPBU.
"Rusak di jetty (dermaga) yang di Donggala tapi kapal sudah bisa itu berlabuh," tandasnya.
Â
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
RI Rentan Gempa, Jonan Usul Tinjau Ulang Lokasi Pemukiman
Sebagai negara yang dilalui jalur pertemuan lempeng tektonik, yaitu Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia. Indonesia menjadi rawan terkena bencana gempa bumi. Atas kondisi ini, maka perlu adanya upaya khusus untuk menghindari korban gejolak alam tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Igansius Jonan memiliki gagasan agar korban gempa dapat diminimalisir, yaitu dengan menata ulang wilayah pemukiman yangn disesuaikan dengan kondisi kebumian yang ada.
Baca Juga
‎"Ini perlu peninjauan kembali secara spesifik. Daerah mana yang bisa digunakan untuk keperluan manusia atau tidak bisa menjadi hunian manusia untuk segala kegiatan‎," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (12/10/2018).
Menurut Jonan, sampai saat ini belum‎ ada yang bisa memperikan terjadinya gempa dan besar kekuatannya. Namun bisa dimitigasi berdasarkan kondisi kebumian. Sebab itu perlu dilakukan peninjauan ulang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
"Apakah bisa tahu gempa terjadi besarnya seperti apa, secara keilmuan tidak bisa. Gunung meletus kapan magnitude seperti apa tidak ada yang tahu," tutur dia.
Jonan mengungkapkan, jika peninjauan ulang RTRW sudah dilakukan, maka pemukiman masyarakat bisa ditempatkan di daerah yang jauh lebih aman dari potensi gempa, dengan begitu kemungkinan jatuhnya korban bisa dihindari.
"Dua hal ini penting. Supaya bisa menghindarkan korban di kemudian hari, satu tidak tahu waktunya kedua magnitudenya tidak tahu apakah tsunami, gempa, gunung erupsi, kita nggak tau. Coba dibikin kira-kira aman," tandasnya.
Â
Advertisement