DPR Ingin Penetapan UMP Pertimbangkan Dua Faktor Ini

Komisi IX DPR ‎memandang penetapan UMP perlu meniru Jepang.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 07 Nov 2018, 20:30 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2018, 20:30 WIB
Massa Buruh Kepung Balai Kota DKI
Massa buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyemut di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (10/11). Puluhan ribu buruh berunjuk rasa menuntut agar UMP di Jakarta direvisi dari Rp3,6 juta menjadi Rp3,9 juta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi IX DPR ‎memandang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) perlu meniru Jepang, yang mempertimbangkan kesejahteraan pekerja dan kenyamanan investasi.

Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani, mengatakan kenaikan gaji di Jepang sesuai dengan tingkat inflasi. Ini sebab kenaikan gaji ditetapkan sesuai dengan angka inflasi karena ingin menjaga iklim investasi yang baik, agar kelangsungan industri dan pekerja berjalan seimbang.

‎"Kami mendapat informasi bahwa kenaikan gaji di Jepang sesuai dengan tingkat inflasi yaitu 3 persen," kata Irma, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Rabu (7/11/2018).

Dia menuturkan,  penetapan UMP di Indonesia perlu bercermin pada Jepang, sehingga iklim investasi bisa dijaga dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa dihindari. Dia pun mengingatkan, perumusan besaran UMP yang kurang tepat, bisa membuat investasi lari keluar‎ negeri.

"Jangan sampai investasi lari semua ke Vietnam. Dari sama pula saya mendapat kan informasi bahwa banyak pabrik Jepang yang investasi di Vietnam. Begitu juga SDM di Jepang saat ini, terbanyak dari Vietnam, kedua China, ketiga Filipina dan ke empat Indonesia," tutur dia.

Irma melanjutkan, seluruh pemangku kepentingan  perlu melakukan pembenahan serta melihat secara jernih persoalan UMR dan kelangsungan investasi di tanah air, sebab Indonesia sudah kalah bersaing dengan Vietnam.

Dia pun memandang, jika penetapan UMP perlu dinaikkan dari 8 persen menjadi 10 persen, dengan syarat upah yang masih di bawah UMR ‎disesuaikan.

"Kita juga harus jaga betul, jangan sampai gara-gara upah naik tinggi investor kabur yang terjadi malah PHK," ujar dia.

 

Buruh Diminta Tingkatkan Produktivitas

20160929-Demo-Buruh-Jakarta-FF
Ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan longmarch menuju depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Pengusaha meminta buruh tidak terus mempermasalahkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) setiap tahun. Justru yang harus diperhatikan oleh para buruh adalah bagaimana meningkatkan produktivitas dan keterampilan agar memiliki daya saing.

Anggota Dewan Pengupahan dari Unsur Pengusaha, Sarman Simanjorang mengatakan, sebenarnya tanpa buruh melakukan tuntutan hingga menggelar aksi unjuk rasa, upah minimum pasti akan mengalami kenaikan. Seperti pada tahun depan, UMP DKI Jakarta naik menjadi Rp 3,9 juta dan pada 2020 akan kembali naik menembus Rp 4 juta.

"Tahun depan kan sudah Rp 3,9 juta dan 2020 sudah dipastikan UMP DKI Jakarta di angka Rp 4 juta lebih. Ini harus dibarengi dengan semangat produktivitas dari buruh kita. Dengan menembus angka Rp 4 juta maka harus dipastikan kualitas, produktivitas, skill dan kemampuan buruh kita harus bisa menyesuaikan. Itu menjadi harapan kami," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu 7 November 2018.

Menurut dia, justru saat ini yang harus menjadi perhatian para buruh yaitu bagaimana meningkatkan daya saing. Karena tantangan ke depan akan semakin besar, terlebih di era perkembangan teknologi yang semakin canggih.

"Akan lebih banyak pekerjaan yang tadinya dikerjakan tangan manusia kemudian diambil alih oleh mesin. Kalau kita tidak mampu menyesuaikan diri, kita hanya akan menjadi penonton di negeri sendiri," ungkap dia.

Jika produktivitas dan keterampilan para buruh ini sudah semakin meningkat, terlebih telah mengantongi sertifikat tertentu, kata Sarman, maka gaji yang diterima oleh buruh tersebut pasti sudah jauh di atas UMP.

"Kalau tenaga kerja kita sudah punya skill, produktivitas, apalagi sudah bersertifikat, kita tidak akan lagi bicara UMP, pasti akan digaji lebih besar dari UMP. Itu yang harus menjadi pemikiran kita ke depan. Makanya kami selalu sampaikan kepada serikat pekerja, bukan saatnya lagi kita mempermasalahkan soal UMP ini. Karena UMP sudah diatur dalam PP 78/2015," tandas dia.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya