Pekerja Kontrak Pemerintah Dapat Kelola Mandiri Uang Pensiun

BKN menyatakan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja tidak akan mendapat uang pensiun selayaknya PNS.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 11 Des 2018, 14:50 WIB
Diterbitkan 11 Des 2018, 14:50 WIB
Honorer Kategori Dua Serbu Gedung DPR
Sejumlah Guru honorer Kategori 2 beristigosah saat menggelar aksi di depan gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (23/7). Aksi ini digelar di tengah pejabat sedang melakukan rapat gabungan lanjutan bersama lintas kementerian. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 22 November 2018  telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 atau PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Perjanjian Kerja.

Aturan baru tersebut turut mengatur mengenai hak dan kewajiban Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PP ini juga menyebutkan, PPPK kelak bakal mendapat gaji dan tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kendati demikian, ada beberapa perbedaan antara PNS yang terlahir dari sistem perekrutan CPNS dengan PPPK. Salah satunya, terkait pemberian tunjangan pensiun.

Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan membenarkan pernyataan itu. BKN menyatakan PPPK tidak akan mendapat uang pensiun selayaknya PNS.

"Ada perbedaan antara PNS dan PPPK, seperti PPPK enggak bakal dapat uang pensiun," ucap Ridwan saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (11/12/2018).

Namun begitu, ia menyampaikan, tenaga PPPK diperbolehkan untuk bisa mengelola uang tunjangan pensiun secara mandiri kepada PT Taspen, dengan kesepakatan gajinya mau dipotong.

"Misal uang gaji saya dipotong 9,75 persen untuk uang pensiun. Kalau mereka nanti merasa 9,75 persen terlalu kecil, ya bisa saja dibesarkan jumlahnya. Sehingga di akhir kontrak mereka bakal mendapatkan tunjangan pensiunnya," ujar dia.

Selain kepada PT Taspen, Ridwan mengatakan, PPPK juga bisa mengajukan pengelolaan dana selepas masa kontrak kepada pihak luar semisal perbankan.

"Kalau mereka mau ke luar atau ke bank-bank seperti BRI, BNI, silakan. Mereka diperbolehkan untuk melakukan itu," ujar Ridwan.

 

Pengangkatan Honorer Jadi PPPK Tak Bebani Anggaran Pemerintah

Honorer Kategori Dua Serbu Gedung DPR
Sejumlah Guru honorer Kategori 2 ( HK2 ) berkumpul di depan gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (23/7). Forum Honorer K2 tersebut berdatangan dari seluruh pelosok Indonesia untuk menyuarakan aspirasinya. (Liputan6.com/JohanTallo)

Sebelumnya,  Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 terkait peluang seleksi dan pengangkatan tenaga honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Adanya kebijakan ini berpotensi menambah beban anggaran lantaran harus mengeluarkan gaji yang lebih besar bagi para PPPK.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, pihaknya mendukung terbitnya PP yang membawa angin segara bagi para tenaga honorer ini. Namun dirinya menyakini adanya kebijakan tersebut tidak akan berdampak besar pada beban angggaran.

"PP 49, ini turunan dari UU ASN. Di mana dimungkinkan nanti pegawai honor untuk jadi PPPK. Kami dukung itu. Tapi kan kemungkinan penerimaannya tidak di penghujung 2018, tapi di awal 2019, paling cepat. Sekarang kan masih konsentrasi di CPNS," ujar dia di Nusa Dua, Bali, Rabu 5 Desember 2018.

Berdasarkan pemetaan yang dilakukan, lanjut dia, mayoritas penerimaan calon PPPN ini akan dilakukan di daerah, bukan di tingkat pusat. Sehingga anggaran yang digunakan untuk mengaji pada PPPK itu nantinya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Kita akan tahu berapa kemungkinan beban anggaran dari Pemda. Tapi kapan akan mulai diseleksi. Kalau ada beban anggaran maka mungkin tidak full, sebab sekarang kan sudah ada honorer. Ini sudah dibayar Pemda melalui APBD. Jadi bebanya tidak maksimal. Tapi yang jelas kalau dia jadi PPPK, maka take home pay dia akan lebih baik," tutur dia.

Menurut Askolani, nantinya alokasi gaji untuk PPPK di daerah menggunakan Dana Alokasi Umum (DAU). Untuk 2019, pemerintah juga telah menaikkan alokasi DAU untuk daerah.

"DAU di 2019 naik dibanding 2018. Ini salah satunya untuk belanja pegawai, jadi ada potensi itu dipakai. Bebannya berapa nanti kiuta lihat. Karena untuk diangkat jadi PPPK itu tidak sekaligus tetapi bertahap. Ini akan meringankan beban Pemda. Dan selama ini sudah di tanggung Pemda, jadi tidak kaget," ungkap dia.

Sementara untuk potensi pengangkatan PPPK di tingkat pusat, Askolani menyatakan pihaknya masih akan menunggu ketetapan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Namun dia menyatakan jika pemerintah telah memiliki dana cadangan untuk hal tersebut.

"Kita tunggu dari Menteri PANRB. Setelah PP-nya jadi, Menteri PANRB akan susun strateginya.‎ Beban untuk APBN kita belum tahu, tunggu dari Menteri PANRB. Tapi cadangan selalu ada," tandas dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya