Xi Jinping Sebut Rakyat China Tak Bisa Didikte soal Ekonomi

Presiden China Xi Jinping menegaskan rakyat China tak bisa didikte.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 18 Des 2018, 20:00 WIB
Diterbitkan 18 Des 2018, 20:00 WIB
Presiden China Tiba di Hong Kong
Presiden Cina Xi Jinping seusai berbicara kepada awak media di Bandara Internasional Hong Kong, Kamis (29/6). Selama sepekan terakhir, Kepolisian Hong Kong sudah melakukan berbagai antisipasi terkait kunjungan Presiden Xi Jinping. (AP Photo/Kin Cheung)

Liputan6.com, Beijing - Presiden China Xi Jinping menegaskan tak ada orang di dunia yang bisa mendikte rakyatnya dalam ekonomi. Ia menegaskan hal itu dalam perayaan 40 tahun kampanye Reformasi dan Pembukaan pada ekonomi negaranya.

"Tak ada yang berada di posisi untuk mendikte rakyat China tentang apa yang seharusnya dan tak seharusnya dilakukan," ucap Xi di hadapan pejabat politik, militer, dan pengusaha negaranya.

Tidak ada kebijakan besar baru yang diumumkan dalam pidato ini. Xi hanya menekankan pentingnya kepemimpinan dan kendali Partai Komunis pada seluruh aspek perkembangan negara.

Ia pun berkali-kali menekankan ideologi Marxisme dan sistem sosialisme yang sesuai dengan China. Isu perang dagang juga tidak menjadi sorotan.

"Apa dan bagaimana melakukan reformasi harus berdasarkan tujuan besar untuk meningkatan dan mengembangkan sistem sosialisme dengan karakteristik China. Kita akan tegas mereformasi apa yang seharusnya dan dapat diubah, tetapi kita tidak akan mereformasi apa yang tak bisa diubah," ucap Xi.

Reformasi ekonomi China dimulai pada 1978 lalu di masa kepemimpinan Deng Xiaoping. Pada masa ini, pemerintah mulai mendorong peran perusahaan swasta.

Impor Sayuran RI Capai 116 Ribu Ton di November 2018, Terbanyak dari China

Inflasi
Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia pada November sebesar USD 16,88 miliar. Beberapa impor komoditas yang meningkat pada November adalah besi, baja dan sayuran.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, impor sayuran Indonesia mengalami peningkatan nilai sebesar USD 57 juta jika dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Oktober impor sayuran sebesar USD 40 juta, sementara November USD 97 juta. 

"Peningkatan terbesar itu minuman USD 75,3 juta, besi dan baja USD 64,7 juta, dan sayuran USD 57 juta," ujar Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin, 17 November 2018.

Menurut data BPS, impor sayuran pada November tercatat sebesar 116.536 ton. Terbesar berasal dari China dengan nilai 94.054 ton, disusul oleh Myanmar sebesar 1.273 ton, Etiopia mencapai 3.144 ton, Australia sebanyak 1.470 ton dan Selandia Baru di angka 44 ton.

Secara akumulatif, sejak Januari hingga November impor sayuran sudah mencapai 732.715 ton. Dengan keseluruhan nilai impor telah mencapai USD 602 juta. 

Pada bulan yang sama, penurunan impor juga terjadi pada beberapa komoditas barang konsumsi. Salah satunya, produk buah-buahan seperti anggur dari China turun USD 29,4 juta, jeruk mandarin turun USD 15,6 juta serta pear juga turun.

"Bahan baku turun 4,14 persen atau USD 12,86 miliar. Ada beberapa bahan baku yang turun seperti kedelai, gandum dan florid. Barang modal turun 5,92 persen atau USD 2,59 miliar seperti gasoline engine dan beberapa mesin lainnya yang menurun," jelas Suhariyanto.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya