Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi-JK kerap kali membuat kebijakan yang dianggap tidak konsisten. Sebab, apabila berkaca ke belakang beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan dan diumumkan kepada publik, selang berapa hari pemerintah kemudian membatalkannya. Sehingga meninbulkan kontroversi di masyarakat.
Lantas apakah kondisi ini akan berdampak kepada kepercayaan investor asing untuk menanamkan modalnya ke Indonesia?
Kepala Pusat Lembaga Ilmu Pengetahuan Ekonomi (LIPI), Agus Eko Nugroho, mengatakan bahwa sikap pemerintah yang tidak konsisten tersebut tidak akan berdampak langsung kepada masuknya investor atau Penanaman Modal Asing (PMA). Menurutnya, kepercayaan investor asing sejauh ini kepada pemerintah masih cukup baik.
Advertisement
Baca Juga
"Saya kira sebenarnya itu enggak (berdampak) terlalu signifikan. Dari padangan kami untuk melihat apakah itu menjadi sebuah basis keputusan investasi atau tidak karena itu akan direspons secara umum," kata Agus saat ditemui di Jakarta, Kamis (20/12/2018).
Agus mengatakan terlepas dari konsistensi kebijakan pemerintah, untuk membuat iklim investasi yang baik di dalam negeri maka perlu menggenjot sektor-sektor industri unggulan untuk dikembangkan. Tentu saja, ini akan membuat pertumbuhan ekonomi ke depan lebih baik.
"Misalnya kayak yang dikembangkan adalah manufacturing. Manufacturing apa? oke melalui kawasan ekonomi khusus (KEK). Ini harus jelas dan itu diberikan insetif secara jelas. Jadi gak hanya sekedar oke kawasan ekonomi khusus ditentukan saja, misalnya KEK di banyak tempat tapi sebenernya apa yang diberikan ini yang akan direspon seperti itu," ungkap Agus.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kebijakan Jangan Tumpang Tindih
Di samping itu, kebijakan yang diarahkan pada upaya suatu iklim kondusif juga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih. Dengan demikian, ini akan mempermudah masuknya investor asing.
"Terpenting adalah konsistensi aturan yang tidak tumpang tindih. Tumpang tindih itu tidak bisa lagi misalnya pusat ngomong A pemerintah daerah ngomong B itu sudah tidak bisa lagi," pungkasnya.
Sebagai catatan, pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan secara tiba-tiba mengumumkan penaikan harga Premium bersamaan dengan harga BBM non subsidi lainnya. Premium naik 7 persen dari Rp 6.550 menjadi Rp 7.000 di wilayah Jamali. Namun, tak berapa lama pemerintah malah membatalkannya.
Kemudian, Presiden Jokowi juga berencana membatalkan rencana relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk sektor usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) dari paket kebijakan ekonomi ke-16. Menurut Presiden Jokowi, hal ini menyusul adanya keluhan dari Kamar Dagang Indonesia (Kadin) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).
Reporter:Â Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement