Jokowi Minta Pengusaha Segera Setop Ekspor Komoditas Mentah

Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah dan bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong ekonomi di dalam negari.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Des 2018, 09:45 WIB
Diterbitkan 03 Des 2018, 09:45 WIB
Presiden Jokowi.
Presiden Joko Widodo. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para pengusaha dan investor untuk membangun industri hilir di Indonesia dan berhenti mengekspor bahan mentah. Adanya hilirisasi industri dinilai akan menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia.

Jokowi menyatakan, CAD menjadi masalah bagi Indonesia selama bertahun-tahun. Namun selama ini masalah ini seolah tidak segera dicarikan solusinya.

"Ini sudah berpuluh tahun bahwa problem besar kita adalah CAD. Kita tahu, tapi kita tidak pernah mengeksekusi masalahnya sehingga dalam 2 tahun ini saya terus berkonsentrasi di sini," ujar dia dalam acara CEO Networking di Jakarta, Senin (3/11/2018).

Menurut dia, Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah dan bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong ekonomi di dalam negari. Namun syaratnya, SDA tersebut harus diolah di dalam negeri sehingga memberikan nilai tambah.

"Negara kita SDA melimpah, batu bara, bauksit, nikel, dan lain-lain. Misalnya mineral bauksit, setiap tahun jutaan ton dengan harga USD 35 per tahun. Tapi pabrik kita mengimpor ton alumina, produk turunan bauksit. Kuncinya industrialisasi dan hilirisasi, kita tau tapi kita enggak pernah mengerjakan. Kalau kita sejak dulu membangun industri alumina, maka impor enggak perlu terjadi karena pengaruhnya pada CAD," kata dia.

Kemudian batu bara, lanjut dia, setiap tahun Indonesia mengekspor 480 juta ton batu bara mentah. Padahal, jika hilirisasi industri batu bara di bangun sejak awal bisa membuat komoditas ini diolah menjadi LPG dan avtur.

"Tapi kenapa tidak dilakukan hilirisasi itu, karena kita keenakan kirim bahan mentah terus dapat uang. Kita tahu bahwa kita impor bijinya itu 4 juta ton. Kalau kita belum siap teknologi, beli aja, cari saja. Selalu saya dorong, menyelesaikannya memang enggak mudah. Sekali lagi hilirisasi," ungkap dia.

Jokowi kemudian mencontohkan minyak sawit mentah (CPO) dan nikel. Selama ini Indonesia mengekpor nikel dalam bentuk mentah. Padahal jika diolah di dalam negeri, maka akan memberikan nilai tambah hingga empat kali lipat dibandingkan dijual dalam kondisi mentah.‎

"Kita juga kaya nikel, sudah berapa tahun jutaan ton kita ekspor dengan harga USD 30 per ton. Kalau berjalan, maka nilai tambahnya empat kali. Kita enggak tahu, tapi enggak pernah kita lakukan karena pemerintah enggak maksa. Sekarang kita paksa," jelas dia.

Jokowi mengajak para pengusaha dan investor untuk tidak lagi melakukan ekspor komoditas dalam bentuk mentah. Indonesia harus membangun industri hilir agar komoditas SDA tersebut memiliki nilai tambah yang tinggi.

"Hal seperti ini tidak bisa kita terus-teruskan, saya mengajak seluruh CEO agar lakukan industrialisasi dan hilirisasi. Setop ekspor bahan mentah. Memang ekspor lebih enak daripada industri," tandas dia.

Aturan Devisa Hasil Ekspor Tinggal Tunggu Tandatangan Jokowi

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, pemerintah bakal segera menerbitkan aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dalam waktu dekat.

"Substansi sudah jalan semuanya, kemudian kami sudah ajukan akhir minggu yang lalu, tanggal 23 (November)," kata dia, dalam Konferensi Pers, di Kantornya, Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Aturan yang akan berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) tersebut, kata dia sudah ada di meja Sekretaris Negara dan tinggal menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo.

"Pak Menko sudah mengajukan ke Bapak Presiden untuk segera diproses, diselesaikan. Sudah ada di Setneg. Sudah dilakukan harmonisasi sehingga untuk DHE, kita tinggal menunggu persetujuan, penetapannya dalam bentuk PP, Peraturan Pemerintah," jelasnya.

Untuk diketahui, PP tentang DHE merupakan bagian dari paket Kebijakan Ekonomi XVI. Selain itu terdapat pula Perpres tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) dan Aturan mengenai tax holiday. Sejauh ini baru PMK 150/2018 tentang tax holiday yang baru diteken.

Dia memastikan, Pemerintah terus berupaya agar PP tentang DHE dan Perpres tentang DNI juga akan keluar dalam waktu dekat.

"Mudah-mudahan kalau ini bisa kejar dalam minggu-minggu ini, atau paling tidak awal minggu depan sehingga Paket Kebijakan Ekonomi XVI secara lengkap sudah ada dasar hukumnya. Mulai PP untuk DHE, Perpres untuk DNI, dan Permenkeu untuk tax holiday," tandasnya

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya