Liputan6.com, Washington D.C. - International Monetary Fund (IMF) resmi melarang karyawannya pemakaian barang-barang plastik. Kebijakan itu mulai diterapkan pada tahun 2019 ini.
Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde, mengumumkan sendiri kebijakan ini via akun Twitter-nya. Tujuannya adalah mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang plastik.
Advertisement
Baca Juga
"Sebagaimana kita memasuki 2019, saya dengan senang mengumumkan bahwa IMF tak akan lagi memakai barang-barang plastik sekali pakai di kantor-kantor kami di Washington. Kami berkomitmen untuk #ReduceReuseRecycle," jelas wanita asal Prancis itu pada Sabtu, 5 Januari 2019.
Secara spesifik dijelaskan, plastik yang dilarang ialah single-use plastic (plastik sekali pakai). Menurut Plastic Free Challenge, barang yang termasuk ke dalam kategori itu adalah kantong plastik, sedotan, botol plastik, dan bungkus makanan.
Gerakan anti-plastik semakin gencar di negara-negara maju. Sama seperti minyak sawit, barang plastik juga dipandang negatif oleh organisasi lingkungan seperti Greenpeace dan WWF.
Di Amerika Serikat, gerakan anti-plastik semakin gencar setelah tersebar video kura-kura yang hidungnya tersumbat sedotan. Sementara, Indonesia baru gencar sadar bahaya plastik karena kematian seekor paus yang perutnya penuh plastik, termasuk dua sandal jepit.
Bermacam start-up juga telah muncul untuk mengganti barang plastik seperti sedotan. Menteri Susi Pudjiastuti juga telah memberlakukan larangan terhadap pemakaian plastik di kantor kementeriannya.
2019, Pemerintah Incar Penerimaan Negara Rp 500 Miliar dari Cukai Plastik
Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso menargetkan, penerimaan cukai plastik dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp 500 miliar. Angka ini sama seperti target penerimaan cukai plastik pada 2018.
"Kalau kita lihat rencana pemerintah sudah digulirkan sejak beberapa tahun lalu. Di 2017 malah sudah disiapkan target penerimaannya Rp 1 triliun di APBN. Di 2018 disiapkan Rp 500 miliar, dan tahun depan juga sama Rp 500 miliar untuk cukai plastik," ujar Susiwijono di Kantornya, Jakarta, Selasa, 18 Desember 2018.
Susiwijono mengatakan, penerimaan cukai plastik ini seiring dengan rencana pemerintah mengenakan cukai untuk kemasan plastik atau lebih dikenal dengan kantong belanja plastik. Hingga kini aturannya masih terus dimatangkan.
"Kenapa pemerintah menyiapkan rencana pungutan cukai terhadap plastik. Secara karakteristik dan sifat, undang-undang menegaskan mengenai barang dan sifat dan karakternya yang bisa dipungut cukai," ujar dia.
Susiwijono melanjutkan, pemilihan kantong plastik untuk dikenai cukai dengan mempertimbangkan penggunaannya yang cukup besar di Indonesia. Sementara, setelah digunakan akan menimbulkan masalah baru yaitu penumpukan sampah.
"Barang yang dikarakteristiknya perlu dilakukan pengendalian untuk konsumsi, pengawasan terhadap peredaran, dan barang yang pemakaiannya bisa timbulkan dampak negatif baik masyarakat atau lingkungan hidup," kata dia.
Oleh karena itu, Susiwijono menambahkan, pengenaan cukai plastik tidak hanya untuk menambah pendapatan negara. Akan tetapi lebih kepada upaya pemerintah mengendalikan masalah akibat semakin tingginya sampah plastik di Indonesia.
"Jadi cukai bukan semata untuk penerimaan. Tapi tujuan utamanya adalah pengawasan produksi, dan pemakaiannya menimbulkan dampak negatif. Ini lumayan tepat untuk produk plastik," tutur dia.
Advertisement