Liputan6.com, Jakarta Perusahaan asset management Bahana TCW Investment Management (BTIM) memprediksi nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) akan terjaga di tahun politik ini bahkan cenderung membaik.
Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makro ekonomi BTIM Budi Hikmat mengungkapkan, rupiah akan berada pada rentang 14.000-14.800 pada tahun ini. Kisaran ini diyakini lebih baik dari asumsi rupiah pada Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (APBN) 2019 yaitu 15.000 per Dolar AS.
Advertisement
Baca Juga
"Rupiah bakal lebih baik ya dari asumsi APBN kita. Asumsi kami bakal nilai tukar rupiah akan di rentang 14.000 sampai dengan 14.800. Jadi rupiah relatif stabil," ujarnya di Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Dia menambahkan, pada tahun ini pemerintah perlu memperkuat industri manufaktur dalam negeri. Pemerintah juga perlu memacu perbaikan struktur perdagangan internasional untuk mendorong ekspor produk manufaktur dan barang jadi.
Sementara itu, Presiden Direktur Bahana TCW Investment Management Edward Lubis menjelaskan kondisi pasar finansial Indonesia tahun 2019 masih harus menghadapi beberapa tantangan. Itu didorong sentimen global yang meragukan pertumbuhan ekonomi AS tahun ini.
"Pasar finansial Indonesia memang jauh lebih baik dibandingkan tahun 2018 lalu. Namun, ada persepsi investor yang masih enggan untuk menempatkan investasi di pasar saham dan obligasi karena menunggu perkembangan pasar. Perlu waktu untuk membangun optimisme investor kembali. Sehingga Bahana memproyeksikan pertumbuhan yang konservatif pada tahun ini,” ujarnya.
Alasan BI Yakin Rupiah Bakal Menguat Sepanjang 2019
Nilai tukar rupiah mengawali 2019 dengan positif. Banyak faktor membuat nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS sepanjang awal tahun.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo optimistis, nilai tukar rupiah akan terus perkasa sepanjang 2019.
"Kami melihat bahwa nilai tukar rupiah ke depannya akan stabil dan cenderung menguat," kata Perry dalam paparan KSSK, di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Perry menuturkan, ada empat faktor yang akan mendorong tren penguatan nilai tukar tersebut. Salah satu adalah ketidakpastian ekonomi global yang kian menurun pada 2019.
Baca Juga
Selain itu, The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS dipastikan tidak akan seagresif tahun lalu untuk mengerek suku bunga acuannya.
"Karena kenaikan suku bunga The Fed hanya dua kali (tahun ini), sehingga laju kenaikannya lebih rendah dari tahun sebelumnya," ujar dia.
Faktor kedua adalah tingkat kepercayaan investor terhadap kondisi ekonomi domestik di tanah air akan terus seiring derasnya aliran masuk modal asing yang sudah dimulai sejak kuartal akhir 2018.
Faktor selanjutnya adalah fundamental ekonomi Indonesia yang diklaim semakin kuat ditandai angka pertumbuhan ekonomi yang baik, tingkat inflasi rendah, dan defisit anggaran yang lebih rendah dari target.
"Terakhir, mekanisme pasar yang lebih baik akan mendukung stabilitas nilai tukar pada 2019," ujar dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement