Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik sekitar 3 persen pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta). Kenaikan harga minyak ini didorong oleh membaiknya data pekerjaan di Amerika Serikat (AS).
Selain itu, sanksi yang diberikan AS kepada Venezuela ikut juga mendorong kenaikan harga minyak karena sanksi tersebut membantu memperketat pasokan minyak mentah di dunia.
Sentimen berikutnya yang mendorong kenaikan harga minyak adalah data mingguan yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga riset migas yang menunjukkan bahwa para perusahaan minyak dan gas (migas) di AS sedikit mengurangi jumlah sumur yang mereka bor atau ambil minyaknya.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip Reuters, Sabtu (2/2/2019), harga minyak mentah Brent naik USD 1,91 per barel atau 3,14 persen, menjadi USD 62,75 per barel. Harga minyak yang menjadi patokan harga di dunia ini mencatat kenaikan mingguan sekitar 1,9 persen.
Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) berjangka AS mengakhiri sesi di USD 55,26 per barel. Angka tersebut naik USD 1,47 per barel atau 2,73 persen dan naik sekitar 3 persen pada minggu ini.
Harga minyak mampu naik tinggi setelah perusahaan jasa energi General Electric Co Baker Hughes melaporkan bahwa perusahaan migas AS memangkas jumlah sumur minyak yang beroperasi untuk minggu keempat Januari. Dengan pemotongan ini membuat jumlah sumur minyak yang beroperasi saat ini terendah dalam delapan bulan.
Data minggu lalu menunjukkan jumlah rig di Januari turun paling banyak dalam sebulan sejak April 2016.
Harga minyak naik juga dorongan dari Wall Street setelah data pertumbuhan pekerjaan AS yang mengejutkan mengejutkan memenuhi permintaan pasar saham.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Venezuela
Washington memberlakukan sanksi pada Petróleos de Venezuela SA di Venezuela minggu ini. Sanksi tersebut membuat kapal tanker pengiriman minyak terjebak di pelabuhan dan tidak melakukan aktivitas.
“Kami mulai melihat dampak pada pasokan minyak mentah dari sanksi terhadap Venezuela. Ini telah menaikkan harga minyak mentah domestik," jelas Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.
"Itu, dikombinasikan dengan pemotongan Saudi dan penurunan produksi Libya telah mengubah sentimen pasar bergerak menuju situasi pasokan yang lebih seimbang," lanjut dia.
Advertisement