Jika Tarif Ojek Online Melonjak, Jumlah Penumpang Bakal Turun 71 Persen

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tengah menggodok regulasi terkait ojek online (ojol).

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Feb 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2019, 13:00 WIB
PKL dan Ojek Online Bikin Semrawut Stasiun Palmerah
Pedagang kaki lima (PKL) dan ojek online memadati kawasan Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (6/12). Kurangnya pengawasan petugas menyebabkan trotoar dan bahu jalan dipenuhi oleh PKL dan ojek online. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tengah menggodok regulasi terkait ojek online (ojol).

Tarif menjadi salah satu isu yang akan diatur dalam regulasi tersebut. Rencana pemerintah menaikkan tarif ojek diprediksi banyak memiliki dampak negatif ketimbang positif.

Berdasarkan survei yang dilakukan Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), permintaan konsumen akan turun dengan drastis, sehingga menurunkan pendapatan pengemudi ojol.

Hal itu bahkan meningkatkan frekuensi masyarakat menggunakan kendaraan pribadi dalam beraktivitas sehari-hari, sehingga dapat menambah kemacetan. 

Ketua Tim Peneliti RISED, Rumayya Batubara, mengatakan konsumen sangat sensitif terhadap segala kemungkinan peningkatan tarif. Hal ini terlihat dalam hasil survei.

"Kenaikan tarif ojek online berpotensi menurunkan permintaan konsumen hingga 71,12 persen," kata Rumayya Batubara pada acara peluncuran hasil survei di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (11/2/2019). 

Survei dengan 2.001 responden konsumen ojol yang tersebar di 10 provinsi tersebut juga memperlihatkan hasil 45,83 persen menyatakan tarif ojek online yang ada saat ini sudah sesuai.

"Bahkan 28 persen responden lainnya mengaku bahwa tarif ojol saat ini sudah mahal dan sangat mahal," ujar dia.

Jika memang ada kenaikan, sebanyak 48,13 persen responden hanya mau mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp 5.000 per hari. 

"Ada juga sebanyak 23 persen responden yang tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan sama sekali," ujar dia.

Dia mengungkapkan, survei tersebut juga mencatat jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 8,8 km per hari.

Dengan jarak tempuh sejauh itu, apabila terjadi kenaikan tarif dari Rp 2.200/km menjadi Rp 3.100/km (atau sebesar Rp 900/km),  pengeluaran konsumen akan bertambah sebesar Rp 7.92O/hari.

"Bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh kelompok konsumen yang tidak mau mengeluarkan biaya tambahan sama sekali. dan yang hanya ingin mengeluarkan biaya tambahan kurang dan Rp 5.000/hari. Total persentasenya mencapai 71,12 persen," ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

Uji Publik Aturan Ojek Online di Semarang, Pengemudi Usul Sediakan Shelter

Penampakan Tempat Khusus Ojek Online di Balai Kota DKI Jakarta
Pengemudi ojek online menaikkan penumpang di tempat drop off yang disediakan di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (31/7). Pengemudi ojek online harus menempati area tersebut saat menunggu penumpang. (Liputan.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengadakan uji publik terkait Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang ojek online di lima kota besar, yakni Medan, Bandung, Semarang, Balikpapan, dan Makassar.

Demi mensukseskan program uji publik ini, Kementerian Perhubungan mengajak pihak stakeholder atau pemangku kepentingan untuk turut memberikan masukan. 

"Mengingat pentingnya rancangan peraturan menteri tentang ojek online ini, maka kami mengajak kepada seluruh peserta dan stakeholder terkait untuk memberikan masukan, saran, dan tanggapan baik secara langsung maupun lisan demi kesempurnaan peraturan ini," ungkap Staf Ahli Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi Umar Aris dalam sesi uji publik di Semarang, dikutip Minggu, 10 Februari 2019.

Salah satu permintaan pengemudi dan organisasi dalam sesi uji publik di Semarang tersebut yakni terkait dengan ketersediaan shelter

Pengemudi meminta pemerintah daerah juga dilibatkan dalam pembangunan dan pengaturan shelter agar tidak menganggu ruas jalan. 

Lebih lanjut, Umar menjelaskan beberapa ruang lingkup yang akan diatur dalam RPM tersebut, antara lain kriteria aspek pelayanan sepeda motor, formula biaya jasa, mekanisme penghentian operasional penggunaan sepeda motor yang berbasis aplikasi (suspend), perlindungan masyarakat, pengawasan, dan peran serta masyarakat.

Dia menganggap, penggunaan sepeda motor mempunyai peran penting dalam meningkatkan mobilitas masyarakat. Sehingga dinilai sangat penting jika pengguna perlu mendapatkan kepastian hukum terhadap aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, keterjangkauan, dan keteraturan.  

"Maka dari itu, pemerintah perlu dalam memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna sepeda motor untuk kepentingan masyarakat atau pengemudi ojek online itu sendiri," ucap dia.  

Direktur Angkutan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Ahmad Yani menjelaskan salah satu hal yang akan dibahas mengenai biaya jasa. Lantaran hal itu masih belum pasti, lanjutnya, maka uji publik sengaja dilakukan untuk mendapatkan saran dan masukan apabila ada yang perlu ditambahkan dalam RPM.

"Semua masih kita tampung tanggapan dan masukannya agar peraturan ini dapat mencakup semua pihak," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya