Data Ekonomi AS Melambat Bikin Rupiah Perkasa

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak ki kisaran 14.180 per dolar AS hingga 14.191 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 04 Apr 2019, 12:55 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2019, 12:55 WIB
Nilai tukar Rupiah
Petugas menunjukkan pecahan uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (5/9). Nilai tukar Rupiah di pasar spot menguat tipis 0,06 persen ke Rp 14.926 per dollar Amerika. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - NIlai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Kamis ini. Data ekonomi AS yang melambat menjadi pendorong penguatan rupiah.

Mengutip Bloomberg, Kamis (4/4/2019), rupiah dibuka di angka 14.191 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.223 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak ki kisaran 14.180 per dolar AS hingga 14.191 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah mamu menguat 1,46 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.182 per dolar AS. Patokan ini menguat jika dibandingkan dengan Selasa kemarin yang ada di angka 14.237 per dolar AS.

Rupiah ditransaksikan menguat seiring data ekonomi AS yang melambat. Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, Indeks Manajer Pembelian (PMI) komposit AS menunjukkan perlambatan pada Maret 2019 untuk sektor jasa dan manufaktur.

"Semakin banyak data AS yang mulai menunjukkan perlambatan sebagai indikasi fase puncak ekonomi AS telah dilalui," ujar Lana.

The IHS Markit US Composite untuk Maret 2019 tercatat sebesar 54,6, sedikit di atas ekspektasi konsensus 54,3, melambat dibandingkan Februari 2019 yang sebesar 55,5.

Perlambatan terjadi baik pada sektor jasa dari 56 pada Februari menjadi 55,3 pada Maret dan sektor manufaktur dari 53 pada Februari menjadi 52,4 pada Maret. Indeks untuk sektor Manuafaktur tercatat terendah sejak Juni 2017.

Pada survei yang lain yang dilakukan oleh ISM, untuk sektor non-manufaktur tercatat turun tajam dari 59,7 pada Februari 2019 emnajdi 56,1 pada Maret 2019. Walaupun kedua sektor tersebut tercatat melambat, indeks pada kepercayaan bisnis (business confidence) tercatat naik.

Lana memperkirakan pada hari ini rupiah akan bergerak menguat di kisaran 14.200 per dolar AS hingga 14.220 per dolar AS.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

BI Perkirakan Nilai Tukar Rupiah Lebih 'Jinak' di 2019

Nilai Tukar Rupiah Menguat Atas Dolar
Teller tengah menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Junat (23/11). Nilai tukar dolar AS terpantau terus melemah terhadap rupiah hingga ke level Rp 14.504. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia memperkirakan volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 2019 tak setinggi 2018. Ini lebih karena sentimen utama, yaitu The Fed, mulai melunak.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah menjelaskan, pasalnya, pada Rabu (20/3) malam waktu setempat, The Fed mempertahankan suku bunga acuan pada 2,25 - 2,5 persen atau median 2,375 persen.

Penetapan suku bunga itu menguatkan ekspetasi pelaku pasar untuk kebijakan yang lebih melunak (dovish). The Fed juga mengubah sinyalemen untuk arah kebijakan suku bunga dalam jangka menengah, yang menyiratkan jumlah kenaikan suku bunga acuan yang lebih rendah dalam dua tahun ke depan. 

"Seperti hasil FOMC di tanggal 21 Maret, memberi sinyal semakin jelas bahwa mereka tidak akan menaikkan suku bunga, setidaknya untuk tahun 2019 ini. Artinya, satu faktor global itu sudah jelas akan memberikan dukungan terhadap stabilitas rupiah," ujar Nanang di Yogyakarta, Minggu (24/3/2019).

Meski demikian, Nanang menegaskan, Bank Indonesia tidak akan mengendorkan antisipasinya terhadap berbagai potensi gejolak ekonomi global yang mempengaruhi pergerakan rupiah.

Bank Indonesia, saat ini masih mewaspadai dinamika ekonomi global yang bisa memberikan efek rambatan terhadap negara berkembang seperti dari perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara maju, yakni Amerika Serikat, China, Jerman, dan Prancis.

"Memang ada faktor lain yang muncul yaitu situasi ekonomi global yang belakangan semakin melemah atau merosot. Tapi berdasarkan beberapa referensi itu akan bangkit di akhir tahun 2019," ujarnya.

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya