Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Syafruddin menghadiri acara Perayaan Waisak di Wihara Ekayana Arama, Jakarta Barat. Dalam kesempatan ini, dirinya menyampaikan pesan-pesan kebaikan kepada umat seluruh umat beragama.
Kepada ribuan umat Buddha yang hadir, Syafruddin mengatakan sebagai negara majemuk Indonesia memiliki keanekaragaman yang warna-warni. Itu terlihat dari perbedaan agama hingga budaya yang dianut oleh masing-masing masyarakat dan daerah.
"Dengan demikian, dapat ditarik suatu benang merah jika disandingkan berdasarkan dinamika dan realitas situasi sosial kemasyarakatan. Sesungguhnya, ajaran agama adalah pondasi nilai yang membentengi kebaikan, kedamaian sebagai benang rajutan hubungan kemasyarakatan," katanya saat memberikan sambutan, Minggu (19/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengatakan dengan perbedaan-perbedaan itu maka akan menjadi kekuatan untuk menghapus sekat maupun polarisasi sosial, sehingga Waisak menjadi momentum dalam membangun semangat persaudaraan serta menggelorakan gotong royong persatuan untuk kesejahteran masyarakat Indonesia.
"Hal ini sangat sejalan dengan tema perayaan Waisak tentang cinta tanah air, yaitu dalam kasih Buddha kita semua bersaudara mewujudkan masyarakat yang sejahtera," imbuhnya.
Di samping itu kata dia, momentum perayaan Waisak yang berbarengan dengan bulan Ramadan ini juga menjadi sesuatu yang tepat, untuk sama-sama bisa beribadah dengan khusuk.
"Tentu dua perayaan ini adalah semacam simbiosis mutualisme, bapak atau ibu sekalian sedang merayakan Waisak, umat Islam sedang menjalankan ibadah yang khusyuk. Kita semua sedang khusyuk, sedang menanamkan ketulusan dan keikhlasan di saat ini," jelansya
"Atas nama pemerintah Indonesia, saya juga saya sampikan salam hangat untuk seluruh umat Buddha di seluruh Indonesia, khususnya yang berada di Wihara Ekayana," pungkasnya.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Makna Introspeksi Diri dalam Detik-Detik Waisak di Candi Borobudur
Ribuan umat Buddha dari berbagai daerah di Indonesia mengikuti detik-detik Waisak 2563 BE/2019 di pelataran Candi Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada Minggu (19/5/2019), pukul 04.11 WIB.
Detik-detik Waisak ditandai dengan pemukulan gong tiga kali dan pemercikan air berkah serta membacakan Paritta Jayanto dan umat bersikap anjali.
Tuntunan meditasi Waisak oleh Biksu Wongsin Labhiko Mahathera dan pada saat meditasi suasana hening. Selesainya meditasi ditandai dengan pemukulan gong satu kali.Â
Rangkaian detik-detik Waisak 2563 BE/2019 ditutup dengan pradaksina mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali yang diikuti oleh para biksu dan seluruh umat Buddha.
Dalam renungan Waisak oleh Biksu Tadisa Paramita Mahasthavira menyampaikan, banyak umat manusia hanya tertarik dan tertuju pada dimensi di luar dirinya dan juga memuja keluar, tidak memahami hati, tidak bisa introspeksi, tidak bisa koreksi diri, dan tidak pahami hati.
"Bagaimana dia bisa melatih diri, kalau tidak menampakkan kesejatian diri dan bagaimana dia bisa terbebas dari siklus tumimbal lahir," katanya, dilansir Antara.
Ia menuturkan, umumnya umat awam karena tidak paham hati dan tidak menampakkan kesejatian diri sehingga banyak manusia hatinya telantar, gelap, kotor, sakit dan merajalelanya panca skanda.
"Akibatnya hati kita menjadi bingung, berlaku buruk, kebiasaan buruk, karakter buruk, dan nasib pun jadi buruk. Imbasnya interaksi hubungan dengan keluarga dan masyarakat jadi buruk, karena hati tidak dikendalikan maka hati mudah tergoda, terjerat dan terbius oleh kondisi di luar," katanya.
Menurut dia bila hatinya gelap maka penalaran dan logikanya tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga mudah terpancing, diseret, dan dibius oleh ajaran-ajaran radikal atau ilmu-ilmu jahat. Akibatnya, mereka menjadi kacau, bingung, linglung, lalu gelap mata melakukan aksi kejahatan dan mencelakakan banyak orang.
Advertisement