Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta pemerintah secara serius memastikan ketersediaan bahan baku dan bahan penolong. Hal ini dalam rangka membantu pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) tekstil dalam negeri.
Sekretaris Jenderal API, Ernovian G Ismy mengatakan, selama ini IKM mendapat bahan baku untuk produksi dengan harga yang tinggi lantaran membeli bahan secara individual atau belum terkonsolidasi. Tingginya harga bahan baku ini juga karena IKM belum memiliki akses langsung kepada produsen penyedia bahan baku.
"Jadi pemerintah harus membenahi produsen kain terutama masalah limbah hingga permesinannya. Dengan pembenahan ini, mereka bisa mencukupi kekurangan yang tadinya impor bisa diisi produsen dalam negeri. Jangan sampai kalau kebanyakan impor bisa membuat neraca perdagangan bisa defisit," ujar dia di Jakarta, Senin (20/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Ernovian menjelaskan, sebenarnya masalah ketersedian bahan baku untuk tekstil telah diatur dalam Kementerian Perdagangan (Kemendag) di akhir 2017 mengeluarkan Permendag No.64/M-DAG/PER/8/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 85 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.
Oleh sebab itu, dia berharap aturan ini bisa benar-benar direalisasikan untuk memudahkan IKM dalam mendapatkan bahan baku dan bahan penolong impor, kemudahan pengadaan dan alat produksi impor dan memperpendek rantai pasok antara produsen bahan baku dengan para IKM.
"Dengan demikian, IKM khususnya produk tekstil dan produk tekstil akan menjadi andalan untuk mensuplai kebutuhan pasar dalam negeri dan selanjutnya dapat mensuplai pasar luar negeri atau ekspor," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemenperin Targetkan Ekspor Produk Tekstil Capai USD 15 Miliar pada 2019
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) mencapai USD 15 miliar pada 2019.
Salah satunya akan dikontribusikan melalui pameran industri tekstil dan produk tekstil bertaraf internasional yaitu Indo Intertex, Inatex, Indo Dyechem, dan Indo Texprint 2019.
Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kemenperin, Muhdori ‎menyatakan, ‎TPT merupakan salah satu kelompok industri pengolahan yang dikategorikan sebagai industri strategis dan prioritas Nasional sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN).Â
"Perkembangan industri TPT dalam 2 tahun terakhir terus membaik di pasar domestik maupun global. Hal ini didasarkan pada laju pertumbuhan sampai dengan kuartal IV 2018 yang naik sebesar 8,73 persen serta peningkatan ekspor sebesar 5,55 persen," ujar dia di Jakarta, pada Kamis 28 Maret 2019.Â
BACA JUGA
Berdasarkan data Kemenperin, nilai ekspor dari industri TPT nasional mencapai USD 12,58 miliar pada 2017 atau naik 6 persen dibanding tahun sebelumnya.
Sementara sepanjang 2018, jumlah ekspor industri TPT berkisar USD 13,6 miliar-USD 13,8 miliar, melampaui target ekspor pada tahun tersebut sebesar USD 12,31 miliar.Â
Sedangkan pada 2019, Kemenperin menargetkan nilai ekspor TPT tumbuh sebesar 13 persen atau menjadi USD 15 miliar.‎ Selain itu, konsumsi TPT juga diyakini akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perubahan gaya hidup.Â
"Dalam memanfaatkan peluang ini, pelaku usaha TPT nasional harus bekerja keras untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan efisiensi melalui penerapan teknologi yang lebih modern sesuai dengan revolusi industri 4.0 serta peningkatan kemampuan SDM yang kompetitif," ungkap dia.
Advertisement
Empat Pameran
Sementara itu, Direktur Peraga Expo sekaligus Ketua Penyelenggara Pameran, Paul Kingsen mengatakan, dengan mengambil tema Investasi Menyambut Making Indonesia 4.0, keempat pameran ini saling terkait sebagai satu kesatuan.Â
Indo Intertex menampilkan berbagai permesinan dan peralatan untuk industri tekstil dan garmen. Â Inatex menampilkan bahan baku serat, benang, kain, aksesoris dan produk fashion serta produk Industri Nonwoven. Kemudian, Indo Dyechem menampilkan kimia tekstil, peralatan proses pewarnaan dan finishing, dan Indo Texprint menampilkan mesin-mesin cetak tekstil digital.
Tema dipilih sesuai dengan roadmap Making Indonesia 4.0 dengan pemerintah menargetkan masuk dalam jajaran lima besar produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) di dunia pada  2030.Â
"Untuk mewujudkannya, produsen perlu melakukant ransformasi dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital, seperti 3D printing, automation, dan internet of things. Transformasi ini diyakini dapat mengoptimalkan efisiensi dan produktivitas, membangun klaster industi  tekstil terintegrasi dengan terkoneksi teknologi industri 4.0," ujar dia.
Ajang pameran yang berlangsung pada 28-30 Maret 2019 di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran ini diikuti oleh 500 perusahaan peserta yang berasal dari 20 negara diantaranya China, Jepang, Korea, Taiwan, India, Singapura, Vietnam, Hongkong, Jerman, Italia, Turki dan tentunya Indonesia.Â
Pada penyelenggaraan pameran di 2017, tercatat transaksi bisnis diantara peserta pameran mencapai angka USD 75 juta dan pada 2018 mencapai USD 120 juta. Pada pelaksanaan yang ke-17 tahun ini, ditargetkan peningkatan transaksi mencapai USD 150 juta dengan pengunjung sebanyak 15 ribu orang pengusaha dan professional.