Ada Perang Dagang AS-China, Momentum RI Genjot Ekspor dan Investasi

Peluang peningkatan ekspor juga dimanfaatkan pengusaha untuk mengundang investasi di Indonesia.

oleh Merdeka.com diperbarui 21 Nov 2018, 19:10 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2018, 19:10 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Gejolak ekonomi global diprediksi masih akan berlanjut hingga 2019. Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi lingkungan ekonomi yang sangat menantang ini.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roeslani, mengaku tidak khawatir terhadap gejolak perekonomian dunia. Sebab, pelaku usaha dapat memanfaatkan momentum dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Rosan menyatakan, dengan begitu secara otomatis Indonesia memiliki peluang untuk merebut pasar tekstil China yang selama ini diekspor ke AS.

"Karena saya bicara dengan beberapa asosiasi, ternyata mereka prediksikan ada peningkatan ekspor untuk 2019, kan ordernya sudah dari sekarang. Misalnya tekstil, itu karena sekarang ada tarif-tarif, maka kami cepat masuk ke sana dengan harga yang lebih kompetitif, kapasitas jadi 100 persen," katanya saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Rabu (21/11/2018)

Rosan menambahkan kesempatan ini juga menjadi peluang untuk mengejar ketertinggalan ekspor Tanah Air dari negara-negara tetangga. "Contoh lain ban. Mereka jadi bilang mudah-mudahan trade war jadi agak lama," dia menambahhkan.

Peluang peningkatan ekspor juga dimanfaatkan pengusaha untuk mengundang investasi di Indonesia.

"Kemudian data-data di global mengatakan angka investasi meningkat misalnya ke Vietnam, Malaysia, Thailand, ke kami belum masuk, makanya ini yang harus dikejar, karena kenaikan di negara tetangga itu agak lumayan," dia menandaskan.

Saat Pengusaha Menilai Jokowi dan Prabowo soal Ekonomi

Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno
Dua pasang capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan Joko Widodo-Ma'ruf Amin menunjukan nomor urut peserta Pemilu 2019 di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (21/9). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, menilai dua calon presiden (capres) RI, yaitu Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto, terutama soal pemikiran di bidang ekonomi.

Shinta menyebutkan, pemikiran kedua capres tersebut terutama di bidang ekonomi tentunya untuk kebaikan banyak pihak.

"Kalau perbandingan, dua-duanya (capres cawapres) ya pasti untuk kebaikan, kita tahu. Maka saya tadi sebutkan, ekonomi yang inklusif, itu sudah pasti. Bahwa kita mau tumbuh lebih besar tentu, harus ada inklusivitas aspeknya. Ini yang akan menjadi prioritas buat tiap kandidat,” kata Shinta saat ditemui dalam acara Indonesia Economic Forum bertajuk Connecting Indonesia a New Five Year Agenda, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Acara tersebut juga dihadiri oleh capres RI nomor urut 02, Prabowo Subianto. Namun sayangnya, kata Shinta, sejauh ini kedua pasangan capres dan calon wakil presiden (cawapres) belum ada yang mengelaborasi terkait inklusivitas ekonomi tersebut.

"Dari visi misi, itu belum pernah elaborasi, belum pernah ada perdebatan," ujar dia.

Saat ini, Shinta menilai kampanye belum benar-benar menyentuh substansi yang sesungguhnya. Di satu pihak, petahana menjalankan kebijakan yang ada. Di lain pihak, oposisi baru sebatas mengomentari kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh pemerintahan saat ini.

"Kampanye belum jalan ke substansi. Kalau Pak Joko Widodo (Jokowi) Beliau memang presiden, melakukan tugas-tugasnya sebagai kepala negara. Mungkin perdebatan antar kandidat belum kelihatan, selain memang oposisi memberikan tanggapan kebijakan pemerintah yang dianggap tidak benar,” ujar dia.

Shinta mengungkapkan, sebenarnya kebijakan pemerintah saat ini sudah banyak yang bagus, tapi pada kenyataannya di lapangan masih belum seperti yang diharapkan.

"Tapi masalahnya implementasi nya di lapangan belum jalan. Dari regulasi, perizinan. Tadinya pusat dan daerah mau diintegrasikan, misal lewat OSS. Belum jalan. Masih banyak tumpang tindih sekarang antara pusat dan daerah. Policy jelas, kenyataannya tidak jalan di lapangan,” ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya