Masih Defisit, Sri Mulyani Beberkan Masalah BPJS Kesehatan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui masih ada beberapa pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah terkait program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Mei 2019, 18:16 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2019, 18:16 WIB
20160929- Menkeu dan Komisi XI Evaluasi Pelaksanaan Tax Amnesty-Jakarta- Johan Tallo
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (29/9). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui masih ada beberapa pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah terkait program BPJS Kesehatan.

Menurutnya, dari hasil hasil laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ada beberapa yang tidak berjalan secara optimal.

"Rapat di komisi XI kemarin yang membahas lebih lengkap temuan dari BPKP, ada beberapa hal yang menjadi PR kita bersama memperbaiki program BPJS kesehatan dan jaminan kesehatan nasional agar supaya bisa sustainable juga lebih akuntabel," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/5/2019).

Sri Mulyani membeberkan beberapa temuan dari BPK yang masih belum optimal tersebut mengenai masalah data kepesertaan. Diantaranya masalah jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK), NIK ganda, hingga peserta yang telah meninggal masih tercatat.

"Itu menurut saya perlu diperbaiki, sehingga kredibilitas dari program BPJS akan semakin meningkat. Juga ada mengenai masalah tagihan kemarin dari BPJS menyampaikan di dalam pembukuannya, mereka hanya mempertimbangkan tagihannya yang bersifat sebulan yang disebut current sedangkan di atas sebulan dia dianggap tidak charge," jelasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Peningkatan Kerjasama

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Sebagai tindak lanjut dari beberapa persoalan tersebut, Mantan Pelaksana Bank Dunia mengatakan perlu adanya kerja sama yang baik antara BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Jadi tentu kita mendukung sepenuhnya perbaikan dari jaminan kesehatan ini akan lebih bisa dijalankan dengan baik," pungkasnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Defisit BPJS Kesehatan Rp 9,1 Triliun hingga Desember 2018

Ilustrasi BPJS Kesehatan
Ilustrasi BPJS Kesehatan

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Ardan Adiperdana memaparkan, hasil audit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau disebut BPJS Kesehatan sepanjang 2018.

Dari hasil audit ditemukan, gagal bayar atau defisit yang ditanggung oleh perusahaan hingga 31 Desember 2018 sebesar Rp 9,1 triliun. 

"Posisi gagal bayar sampai 31 Desember adalah sebesar Rp 9,1 triliun," ujar Ardan saat memberikan keterangan dalam rapat terbuka dengan pemerintah dan DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Ardan melanjutkan, biaya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sepanjang 2018 adalah sebesar Rp 19,22 triliun. Jumlah tersebut sudah mengcover peserta sebanyak 208 juta dengan 6 segmen kepesertaan. 

"Asersi BPJS dengan audit tujuan tertentu. Terdiri dari laporan arus kas dan posisi keuangan 2018. Bagaimana pendapatan dan beban. Semua asersi BPJS kesehatan didasarkan pada jumlah peserta sekitar 208 juta terdiri dari 6 segmen," paparnya. 

Ardan menambahkan, sepanjang 2018, BPJS Kesehatan memiliki kantor cabang dan pusat sebanyak 126 kantor di 34 provinsi. Hasil audit seluruh daerah tersebut dilakukan oleh 1.800 auditor.

"Ada 126 cabang dan kantor pusat BPJS. RS masih 30 persen. Kami menurunkan lebih dari 1.800 auditor di 34 provinsi," tandasnya.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya