Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat aliran dana asingmasuk ke Indonesia (capital inflow) mencapai Rp 112 triliun sejak awal tahun hingga 11 Juni 2019.
Jumlah tersebut terdiri dari dana asing yang mengalir di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan portofolio saham.
"Secara year to date inflow ke SBN per 11 Juni mencapai Rp 61,4 triliun, bila di total dengan ke saham mencapai Rp 112 triliun," ujar Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah dalam keterangan tertulis, Jumat (14/6/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dia menjelaskan, capital inflow didorong sengketa perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang membuat perlambatan ekonomi global, terutama bagi AS. Sehingga kemungkinan penurunan suku bunga acuan Bank Sentral AS semakin besar pada 2019.
"Probability penurunan suku bunga AS semakin besar di tahun ini. Ini yang mendorong arus modal masuk ke Indonesia dan menopang rupiah kedepan lebih stabil," ujar dia.
Nanang melanjutkan, di sisi lain, penurunan suku bunga acuan di sejumlah negara juga berdampak pada penurunan imbal hasil (yield) obligasi.
Itu membuat selisih (spread) imbal hasil dengan obligasi Indonesia semakin menarik yang mendorong masuknya modal asing. Saat ini imbal hasil obligasi negara Indonesia tenor 10 tahun (seri FR 78) berada di 7,7 persen.
Imbal hasil itu bahkan belum memperhitungkan kenaikan rating utang Indonesia yang menjadi BBB dengan outlook stabil oleh lembaga pemeringkat internasional S&P.
Hal ini menurut dia, berpotensi mendorong peningkatan arus dana asingmasuk ke Indonesia cukup besar ke depan.
"Sehingga ini yang akan mendorong arus modal masuk ke Indonesia dan menopang Rupiah ke depan lebih stabil," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Cadangan Devisa Turun Jadi USD 120,3 Miliar pada Mei
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa Indonesia sebesar USD 120,3 miliar pada akhir Mei 2019. Posisi cadangan devisa ini turun USD 4 miliar dari posisi akhir April 2019 sebesar USD 124,3 miliar.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
"BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko, demikian kutip dari laman BI, Kamis, 13 Juni 2019.
Penurunan cadangan devisa pada Mei 2019 tersebut terutama dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan berkurangnya penempatan valas perbankan di BI sebagai antisipasi kebutuhan likuiditas valas terkait siklus pembayaran dividen beberapa perusahaan asing dan menjelang libur panjang Lebaran.
"Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai dengan didukung stabilistas dan prospek ekonomi yang tetap baik,” kata Onny.
Advertisement
Kenaikan Peringkat RI Bukti Kepercayaan Asing pada Kebijakan Pemerintah
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bahwa Indonesia patut mensyukuri kenaikan peringkat atau rating oleh lembaga pemeringkat Internasional. Hal tersebut merupakan bukti kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia.
"Rating ini Alhamdulillah adalah karunia Allah yang betul-betul sangat besar terhadap Indonesia," kata dia saat ditemui di sela-sela acara Silaturahmi Idul Fitri 1440 H BI dan OJK di Kompleks BI, Jakarta, Senin, 10 Juni 2019.
Kenaikan peringkat utang Indonesia oleh S&P, kata Perry menunjukkan dua hal. Pertama kepercayaan lembaga tersebut kepada kondisi perekonomian Indonesia.
"Satu bahwa confidence dari S&P terhadap prospek ekonomi Indonesia. Bahwa prospek ekonomi Indonesia jangka pendek jangka panjang itu akan baik," ujarnya.
Kedua, kenaikan peringkat utang tersebut menunjukkan kepercayaan pada rangkaian kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
"Ini adalah prove of confidence terhadap koordinasi dan kredibilitas kebijakan dari Indonesia. baik dari kebijakannya pemerintah fiskal maupun juga koordinasi dengan BI, kebijakan moneter juga di sektor keuangan itu yang sangat erat," ungkapnya.
"Juga kebijakan-kebijakam reformasi struktural yang di berbagai pihak. Bagaimana mendorong ekspor, bagaimana kemudian mendorong industri dalam negeri, mendatangkan PMA, maupun perbaikin iklim investasi," tandasnya.