Cegah Manipulasi Data, Menkeu Tambah Dua Direktorat Baru di Ditjen Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membentuk dua direktorat baru di bawah Direktorat Jenderal Pajak

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jul 2019, 20:37 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2019, 20:37 WIB
Sri Mulyani
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat memberi keterangan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membentuk dua direktorat baru di bawah Direktorat Jenderal Pajak. Dua direktorat tersebut adalah Direktorat Data dan Informasi Perpajakan dan Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Pada kesempatan tersebut, Sri Mulyani juga melantik 8 pejabat eselon II di lingkungan Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Ditjen Perbedaharaan dan Badan Kebijakan Fiskal, serta 18 (delapan belas) pejabat eselon III di lingkungan Sekretariat Jenderal dan Direktorat Jenderal Pajak.

Sri Mulyani mengatakan, pembentukan direktorat baru ini ditujukan agar profesi yang berada di lembaga keuangan seperti pengawas keuangan semisal Kantor Akuntan Publik, Akuntansi, Aktuaris, Valuer atau Appraisal semakin kompeten dalam menjaga kreadibilitasnya.

"Ini profesi-profesi yang akan jadi simbol apakah Republik Indonesia memiliki sekelompok manusia yang profesional dan punya kredibilitas sesuai teknisnya. Supaya institusi-institusi ini menjalankan amanah sesuai tugas mereka," ujar Sri Mulyani di Kantor DJP, Jakarta, Senin (8/7/2019).

Direktorat tersebut nantinya, kata Sri Mulyani, akan menjalin hubungan yang intens dengan berbagai asosiasi yang bergerak disektor industri jasa tersebut. Tujuannya, supaya lembaga-lembaga itu tidak lagi melakukan manipulasi data, khususnya terhadap laporan keuangan.

"Saya ingin ada kerja sama dengan asosiasi-asosiasi tersebut untuk meningkatkan reputasi, martabat, kewibawaan mereka, seperti KAP, Valuer, Apprisal yang tidak boleh profesinya jadi sumber manipulasi data. Karena itulah yang disebut kejahatan kerah putih," jelasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Penentu Investasi

(Foto: Merdeka.com/Wilfridus S)
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto:Merdeka.com/Wilfridus S)

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, kredibilitas suatu laporan keuangan perusahaan publik menjadi salah satu indikator utama yang menjadi landasan masyarakat untuk berinvestasi.

"Selama reputasi kita tidak tinggi, masyarakat tidak akan percaya dan akan menghindar. Artinya ketika middle class kita naik, mereka punya tabungan, mereka tidak akan menabung atau investasi di instrumen-instrumen keuangan itu karena dia tidak percaya laporan keuangannya. Maka dia lebih pilih beli emas, beli tanah, ini akan menghalangi kita menciptakan pendalaman pasar keuangan," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com


Sri Mulyani Akui 2018 Jadi Tahun Penuh Tantangan

Rapat Kerja
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Gubernur BI Perry Warjiyo mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6/2019). Raker tersebut membahas mengenai asumsi dasar makro dalam RAPBN 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa 2018 menjadi tahun yang sulit dilalui oleh pemerintah dalam mengelola perekonomian negara. Sebab, dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan China turut mengganggu nilai tukar Rupiah sepanjang 208.

Sri Mulyani menyampaikan akibat gejolak tersebut Rupiah sempat terdepresiasi hingga posisi Rp 15.200 per USD. Hingga akhirnya stabilitas nilai tukar Rupiah dapat dijaga pada kisaran Rp14.247 per USD atau terdepresiasi sekitar 6,9 persen jika dibandingkan dengan posisi rata-rata nilal tukar Rupiah tahun 2017 sebesar Rp13.384 per USD

"Pertama tahun 2018 bukan tahun yang mudah bagi kita semua, kita melihat sisi gejolak nilai tukar dan kenaikan suku bunga kemudian diikuti outflow," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (4/7/2019).

Kendati begitu, realisasi belanja negara pada 2018 mampu menyumbang sebesar Rp2.213,1 triliun atau 99,7 persen dari APBN 2018. Realisasi belanja negara tersebut meningkat Rp205,8 triliun atau 10,2 persen dibandingkan dengan realisasi 2017. Realisasi belanja negara tersebut terdiri dari belanja Lemerintah Pusat sebesar Rp1.455,3 triliun serta realisasi transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp757,8 triliun.

"Hal-hal cukup baik dari penerimaan negara kombinasi dari peetumbuhan ekonomi, namun adanya perubahan nilai tukar dan harga minyak lebih tinggi dari asumsi," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya