Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Tak Mampu Tutup Defisit

Daya beli masyarakat yang menjadi anggota BPJS Kesehatan kelas I dan II akan turun dengan kenaikan iuran.

oleh Bawono Yadika diperbarui 06 Sep 2019, 11:20 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2019, 11:20 WIB
Iuran BPJS Kesehatan Naik
Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman mengatakan, kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) untuk golongan I dan golongan II akan berdampak pada daya beli masyarakat.

Implikasinya, daya beli masyarakat yang menjadi anggota BPJS Kesehatan kelas I dan II akan turun karena adanya kenaikan iuran.

"Daya belinya akan turun terhadap barang dan jasa lain sebesar kenaikan itu, dimana jika pendapatannya tidak naik seiring dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan," tuturnya kepada Liputan6.com, Jumat (6/9/2019).

Rizal menjelaskan, memang kenaikan iuran sebesar 100 persen dapat mengurangi beban BPJS Kesehatan selama ini. Namun, jika dihitung dari beban yang dipikul sekarang oleh BPJS, menurutnya hal ini masih jauh dari kurang.

"Agar tidak terjadi permasalahan baru BPJS Kesehatan ke depan dalam melayani masyarakat, tentu pemerintah perlu mencari alternatif solusi dalam pelayanan kesehatan," ujarnya.

"Artinya, Pemerintah harus mencarikan dana segar atau talangan untuk supaya bisa BPJS Kesehatan kembali pulih. Permasalahan yang muncul adalah darimana dananya? Salah satunya dengan merealokasikan dana subsidi yang alokasinya masih kurang produktif untuk menutupi kekurangan ini," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Wamenkeu: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bakal Atasi Defisit

Iuran BPJS Kesehatan Naik
Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Menkeu Sri Mulyani mengusulkan iuran peserta kelas I BPJS Kesehatan naik 2 kali lipat yang semula Rp 80.000 jadi Rp 160.000 per bulan untuk JKN kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp110.000 per bulan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada 2020. Tidak tanggung-tanggung kenaikan nantinya mencapai 100 persen dari angka saat ini.

Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo mengaku optimis adanya kenaikan iuran tersebut akan membuat kondisi keuangan BPJS Kesehatan berangsur pulih. Dengan demikian, tidak akan lagi terjadi defisit.

"Iya Insya Allah tidak ada lagi (defisit)," kata Mardiasmo saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Rabu 28 Agustus 2019.

Mardiasmo mengatakan, selain kenaikan iuran tersebut ada hal lain yang harus didorong dalam menutup lubang defisit tersebut. Caranya dengan perbaikan seluruh sistem terhadap BPJS Kesehatan.

"Jadi dihitung bagaimana penyesuaian iuran penerima bantuan iuran (PBI), baik pusat maupun daerah, Khusus Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) swasta dan sebagainya, agar defisit bisa ditutup. Tapi dengan gover yang bagus," kata dia.

Di sisi lain, kerja sama antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan BPJS Kesehatan juga perlu ditingkatkan. Di mana BPJS Kesehatan harus berperan agresif dalam melakukan penarikan iuran, sedangkan Kemenkes sendiri mengecek kondisi rumah sakit

"Jadi semuanya lah keroyok, termasuk peran pemda. Nah, saldo defitisnya baru ditutup denga kenaikan iuran," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya