Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke wilayah baru di Kalimantan Timur. Dalam pemindahan tersebut, sekitar 180 ribu Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS yang berasal dari kementerian/lembaga pusat rencananya akan ikut turut serta.
Lantas, para PNS tersebut akan tinggal di mana?
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah akan membuat hunian berbentuk vertikal bagi para PNS di ibu kota baru. Tempat tersebut akan diberi nama sebagai rumah susun dinas atau apartemen dinas.
Advertisement
Baca Juga
"Nanti desainnya karena Kalimantan itu paru-paru dunia, maka bangunannya mengarah ke atas, vertikal. Namanya bukan lagi rumah dinas, tapi rumah susun dinas atau apartemen dinas," ujar dia di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Mengutip data Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, di ibu kota baru nantinya akan disediakan dua jenis hunian, yakni rumah dinas dan rumah umum. Rumah dinas diperuntukkan bagi PNS yang bekerja di sana namun tidak dapat dimiliki secara pribadi. Sedangkan rumah umum bakal disediakan pengembang dan dapat dibeli lewat kocek pribadi.
Adapun untuk rumah dinas kelak akan dibangun dalam dua tipe, yakni model rumah susun (rusun) dan rumah tapak atau landed house. Rusun diberikan bagi pejabat eselon II dan ASN lainnya, sementara untuk pejabatan kementerian/lembaga disediakan rumah dinas tapak.
Untuk ketersediaan rumah umum yang akan diperjualbelikan, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid mengatakan, pemerintah akan menggandeng swasta melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
"Kalau rumah dinas/negara tentu (lewat) APBN. Sedangkan rumah umum (komersial) baru KPBU," ujar Khalawi kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Aset Pemerintah di Jakarta Bakal Dimanfaatkan buat Danai Ibu Kota Baru
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Bambang Brodjonegoro, menegaskan bahwa pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur tidak sepenuhnya menggunakan skema APBN. Namun, menggunakan valuasi aset fisik yang dimiliki DKI Jakarta untuk membiaya pembangunan.
Pemerintah sendiri tercatat memiliki valuasi aset fisik senilai Rp 1.123 triliun di wilayah DKI Jakarta. Aset tersebut bakal digunakan pemerintah untuk menghasilkan modal demi pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur. Namun, valuasi aset di Jakarta itu masih dalam proses audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Separuh dari aset itu sekitar Rp 500-600 triliun bisa dioptimalkan untuk dikerjasamakan dalam kerja sama pengelolaan aset," kata Menteri Bambang di Jakarta, Senin (16/9/2019).
Dia mengatakan, aset senilai Rp 1.123 triliun itu diketahui berada dalam bentuk fisik atau yang disebut Barang Milik Negara (BMN). Aset itu terdiri dari gedung-gedung pusat pemerintahan di Jakarta, komplek MPR, DPR, hingga rumah dinas para pejabat negara.
"Aset-aset itu yang nantinya bakal dikerjasamakan dengan pihak swasta dalam pengelolaannya," ucap dia.
Bambang menambahkan, hasil dari pengelolaan aset tersebut nantinya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dari APBN yang dialokasikan sebesar Rp 89,4 triliun.
"Jadi itu dipenuhi dari kerja sama pemanfaatan aset, bangun guna serah, dan sebagainya. Intinya pendanaan dari APBN diperoleh dari pengelolaan barang milik negara," ujarnya menambahkan.
Advertisement
Kebutuhan Dana
Sebagai informasi, dari total kebutuhan pendanaan sebesar Rp 466 triliun, sebanyak Rp 123,2 triliun diharapkan datang dari investor swasta dan BUMN, Rp 253,4 triliun lewat Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), serta Rp 89,4 triliun dari APBN.
Adapun pengelolaan aset ditempuh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dari APBN agar tidak menganggu kinerja keuangan. Terutama, uang negara yang diperoleh dari penerimaan pajak.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, menambahkan salah satu cara membantu pendanaan untuk pembangunan ibu kota baru, yakni melalui sumber aset. Sebab apabila mengandalkan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tidak cukup.
"Bagaimana kita dapatkan sumber pendanaan baru non tradisonal. Kita memiliki aset sangat besar negara miliki aset dalam bentuk tanah bangunan dan kendaraan lebih dari Rp 6.000 triliun," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com