Pengusaha Sebut RUU KUHP Tak Pro Bisnis

Sejumlah pasal yang kontroversial dalam revisi UU KUHP menuai banyak kritik dari berbagai kalangan, termasuk didalamnya dari sisi pengusaha.

oleh Bawono Yadika diperbarui 24 Sep 2019, 20:44 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2019, 20:44 WIB
Potensi Bisnis Besar, Korsel Buka Kantor Dagang di Indonesia
Wakil Ketua Apindo, Shinta Widjaja Kamdani memberi sambutan saat peresmian kantor cabang KITA, Jakarta, Selasa (9/6/2015). Keberadaan kantor cabang ini agar kerjasama ekonomi Korea-Indonesia yang lebih bersinergi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pasal yang kontroversial dalam revisi UU KUHP menuai banyak kritik dari berbagai kalangan, termasuk didalamnya dari sisi pengusaha.

Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menilai banyak pasal RUU KUHP yang tak pro bisnis dan juga investor friendly.

"Tolong dikaji dulu dampaknya terhadap kegiatan usaha dan kelancaran berusaha dan berinvestasi di Indonesia seperti apa. Harusnya sebelum pembuatan UU dibuat kajian dampak ekonomi dari UU/RUU ini terhadap pelaku usaha Indonesia," tuturnya kepada Liputan6.com, Selasa (24/9/2019).

"Tidak hanya masalah anggaran untuk penetapan hukum tetapi harus ada kajian dan penjelasan tentang biaya compliance-nya bagi pelaku usaha dan efek ekonominya bagi iklim usaha Indonesia," lanjut dia.

Untuk itu pihaknya menegaskan, pelaku usaha meminta agar pemerintah khususnya DPR lebih memperhatikan konsekuensi-konsekuensi penetapan UU dan RUU KUHP terhadap kegiatan usaha dan daya saing Indonesia.

"Ini kerap tidak dilakukan oleh pemerintah dan DPR sehingga banyak keluar kebijakan yang membunuh peluang ekonomi kita sendiri. Indonesia sedang dalam persaingan usaha yang lebih ketat di level global dan saat ini juga kita sudah over-regulated. Jadi sebaiknya pemerintah dan DPR mindful terhadap kondisi ini. Nantinya kita sendiri yg akan dirugikan," tegasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

RUU KUHP Ancam Pariwisata Bali?

Melihat Para Turis Berlibur di Pantai Kuta Bali
Dua turis wanita berpose saat difoto di pantai Kuta di pulau pariwisata Indonesia di Bali (4/1). Daerah ini merupakan tujuan wisata turis mancanegara dan telah menjadi objek wisata andalan Pulau Bali sejak awal tahun 1970-an. (AFP Photo/Sony Tunbelaka)

Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace mendukung keputusan Presiden Joko Widodo yang meminta DPR RI menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP). Ia bahkan akan mengajukan penolakan secara tertulis atas sejumlah pasal yang dinilai mengganggu dunia pariwisata Bali.

Lelaki yang juga menjabat sebagai Wakil Gubernur Bali tersebut menilai RUU KUHP bahkan sudah berdampak pada pariwisata Bali meski belum disahkan. Misalnya, memicu terbitnya travel advice dari Australia dan menyebarnya isu Bali Sex Ban.

"Kami insan pariwisata sangat konsen menjaga pariwisata Bali. Untuk itu kami akan mengajukan usulan revisi tertulis kepada parlemen (DPR RI) atas beberapa pasal yang dinilai berdampak negatif kepada pariwisata Bali khususnya," ujar Cok Ace dikutip dari laman Radar Bali (JawaPos), Selasa (24/9/2019).

Ia berpendapat tindakan Australia itu kemungkinan diikuti negara lainnya. Itu lantaran sejumlah pasal di RUU KUHP dinilai terlalu menyentuh ranah privat masyarakat dan menganut azas teritorial. Salah satunya adalah bab pasal perzinahan, yakni pasal 417 dan 419 RUU KUHP.

Dengan menganut azas teritorial, setiap orang tidak peduli kewarganegaraannya yang diduga melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia, otomatis akan tunduk pada hukum pidana Indonesia.

"Hal ini tentu akan membuat para wisatawan berpikir dua kali untuk berwisata ke Indonesia. Karena bila RUU KUHP berlaku tentunya pasal-pasal seperti yang disebutkan tadi dapat saja akan menjadi ancaman bagi mereka," terangnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya