Manufaktur Diprediksi Tetap Tumbuh Meski IMF Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Dunia

IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global menjadi tiga persen pada 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Okt 2019, 18:10 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2019, 18:10 WIB
APPI, Kadin, Hippi Beri Dukungan Pembiayaan UMKM
Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani memberi sambutan saat penandatangangan MOU di Jakarta (14/8). Nota kesepahaman ini juga sebagai jalan keluar untuk mengatasi kelesuan pembiayaan khususnya di bidang otomotif. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi 3 persen. Ini menjadi keempat kalinya IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global di 2019, dari semula yang disampaikan pada April sebesar 3,2 persen.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, penurunan proyeksi yang dilakukan oleh IMF ini bisa menjadi kekhawatiran bagi kalangan usaha dan juga pemerintah. Karena menurut dia, bukan tanpa sebab proyeksi penurunan itu dilakukan, kalau bukan melihat realitas kondisi ekonomi global yang memang sedang alami perlambatan.

"Ini kan bukan penurunan pertama kali dalam tahun ini. Karena dilihat akan ada pelemahan dunia baik dari segi perdagangan dan investasi. Nah tentunya ini kan menjadi signal juga kepada kita dunia usaha maupun pemerintah," kata dia saat ditemui di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (16/10/2019).

Pemangkasan ekonomi dunia ini juga ada baiknya. Sebab dengan penurunan tersebut bisa menjadi antisipasi bagi pelaku usaha apa yang sekiranya perlu dilakukan dan dikembangkan saat ekonomi dunia menurun.

"Dengan begitu kita tahu kalau demand akan flat tentunya kita tidak akan ekspansi besar besaran mungkin tetap akan tumbuh di beberapa bidang tapi beberapa bidang lainnya mengalami perlambatan," jelas dia.

Beberapa bidang yang diyakini masih akan tetap tumbuh yakni sektor manufaktur. Akan tetapi pertumbuhannya tidak sebanyak seperti tahun-tahun sebelumnya. Itu dikarenakan gejolak ekonomi dunia masih belum bisa diredam.

"Di saat-saat seperti ini kita akan membuat kebijakan kita semakin efisien semakin lebih baik sehingga waktu ekonomi sudah membaik lagi ya marginnya dan pertumbuhannya menjadi lebih baik," ungkapnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

IMF Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 3,4 Persen di 2020

Logo IMF
(Foto: aim.org)

Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3 persen di tahun ini. Sementara untuk 2020, pertumbuhan ekonomi global diprediksi mencapai 3,4 persen.

Artinya, ini menjadi keempat kalinya IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2019, dari proyeksi semula yang disampaikan pada April sebesar 3,2 persen.

Dari laporan IMF yang dirilis pada Selasa (15/10/2019), IMF menyebut ekonomi global kini tengah berada dalam penurunan yang tersinkronisasi dan diprediksi akan bergerak pada laju yang paling lambat sejak krisis keuangan global terakhir.

Tetapi, pertumbuhan global pada 2020 diproyeksikan mengalami sedikit peningkatan menjadi 3,4 persen, direvisi turun 0,2 persen dari proyeksi April. Kendati begitu pemulihan ini masih juga tidak berdampak luas.

Penasihat Ekonomi IMF Gita Gopinath mengatakan pertumbuhan global untuk tahun ini dan tahun depan berada jauh di bawah capaian pada 2017 yakni sebesar 3,8 persen, dimana risiko terhadap prospek pertumbuhan mengalami peningkatan. 

Banyak faktor yang menyebabkan pertumbuhan global tertekan, salah satunya persoalan ketidakpastian negosiasi dagang antara AS-China yang tak kunjung usai.

Di sisi lain, sektor jasa di sebagian besar ekonomi dunia terus bertahan dan menopang pasar tenaga kerja tetap kuat serta mendukung pertumbuhan yang sehat di negara maju.

Namun perlu diingat, pertumbuhan ekonomi dunia yang melemah diikuti dengan kebijakan moneter yang longgar baik di pasar ekonomi maju maupun berkembang.

"Kebijakan moneter tidak mungkin menjadi satu-satunya andalan, harus ada dukungan fiskal di mana ruang geraknya tersedia dan kebijakan belum terlalu ekspansif," ungkap Gopinath.

Adapun beberapa revisi penurunan terbesar untuk pertumbuhan terlihat pada ekonomi maju di Asia. Itu seperti Hong Kong, Korea, dan Singapura, akibat paparan mereka terhadap perlambatan pertumbuhan di China dan dampak dari ketegangan perdagangan AS-China.

"Pertumbuhan pada 2019 telah direvisi turun di semua pasar berkembang besar dan ekonomi berkembang, sebagian terkait dengan ketidakpastian perdagangan dan kebijakan dalam negeri," pungkas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya