Ini Penyebab BUMN Indonesia Kalah Dibanding Singapura dan Malaysia

BUMN di Indonesia kesulitan menerjemahkan dual function yaitu sebagai agen pembangunan plus fungsi komersial.

oleh Bawono Yadika diperbarui 24 Nov 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2019, 13:00 WIB
Gedung Kementerian BUMN
Gedung Kementerian BUMN (dok: Humas KBUMN)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam konteks organisasi, pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia berbeda dengan model pengelolaan BUMN di Malaysia dan Singapura.

Kedua negara ini mengelola BUMN di bawah Super Holding Company (SHC) yaitu Khazanah di Malaysia dan Temasek di Singapura. Sedangkan China, pengelolaan BUMN sektor non-finansial dikendalikan oleh SASAC.

"Badan ini hampir serupa dengan model Kementerian BUMN di Indonesia, di mana peran birokrasi masih cukup menonjol dalam pengelolaan dan pengawasan BUMN," tutur Pengamat BUMN Toto Pranoto Liputan6.com, Minggu (24/11/2019).

Toto menjelaskan, secara kinerja kemampuan Temasek dan SASAC sangat luar biasa. Tahun 2018, total aset mereka mencapai USD 342 miliar dan keuntungan sebelum pajak (EBT) sebesar menyentuh USD 10,4 miliar.

Lantas, mengapa BUMN Indonesia relatif kalah bersaing dengan mereka?

Toto bercerita, terdapat beberapa penyebab. Pertama, kesulitan menerjemahkan dual function BUMN sebagai agen pembangunan plus fungsi komersial.

"Keruwetan ini sering menimbulkan kegamangan bagi BUMN persero yang harus mengorbankan kepentingan komersial untuk kepentingan tugas negara (PSO). Sebagai perbandingan, di Malaysia fungsi BUMN yang berat dengan urusan PSO dikelola oleh Kementrian Teknis, tidak bergabung di Khazanah," ujarnya.

Penyebab kedua, lemahnya daya saing BUMN diduga adalah banyaknya tumpang tindih (overlapping) peraturan/UU.

"Selain tunduk pada UU BUMN, maka perusahaan negara juga harus tunduk pada UU Keuangan Negara padahal terdapat pasal yang bertentangan," kata dia.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Kelemahan Ketiga

20160725-Gedung Kementrian BUMN-AY
Gedung Kementrian BUMN. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kelemahan ketiga adalah rendahnya kualitas tatakelola perusahaan (GCG) yang terbukti atas beberapa kasus korupsi belakangan ini. Kualitas integritas sebagian pemimpin BUMN dan pengawasan dari Dewan komisaris bahkan terlihat lemah.

"Di Temasek, manajemen bekerja secara otonom dan hanya penunjukan pimpinan puncak Temasek yang memerlukan persetujuan Presiden. CEO Khazanah bertanggungjawab langsung kepada Perdana Menteri sehingga intervensi pihak lain terutama dari kalangan politik dapat diminimalisir," ulasnya.

Adapun di China sendiri kasus pelanggaran hukum oleh pejabat BUMN bisa dihukum maksimal sampai hukuman mati dan dijalankan dengan konsisten.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya