Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Hanya 5,2 Persen di 2020

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 diperkirakan lebih rendag dari target pemerintah di 5,3 persen

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 05 Des 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 05 Des 2019, 13:00 WIB
Prediksi BI Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mendatang berada pada kisaran 5,2 persen. Prediksi tersebut lebih kecil daripada target pertumbuhan ekonomi pemerintah tahun depan yang sebesar 5,3 persen.

Menurut perhitungannya, secara historis pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu minus dibanding target yang ditetapkan sebelumnya.

"Saya pikir 5,2 persen. Kami melihat laporan tahun lalu, secara asumsi makro itu tumbuh 5,3 persen. Ini tidak terlalu jauh, ini gap yang tipis," ujar dia pada The 9th AIFED di Nusa Dua, Bali, Kamis (5/12/2019).

Kondisi serupa turut terjadi pada 2019. Suahasil mengatakan, pemerintah kesulitan untuk bisa menggapai target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen sepanjang tahun ini. Hal ini lantaran adanya ketidakpastian global akibat perang dagang Amerika Serikat-China.

"Ini dibuktikan dengan kondisi ekonomi global. Sejak awal 2019, kita sulit mencapai 5,2 persen. Kita turun dari 5,2 persen ke (kisaran) 5,0 persen. Kita mencoba menjaga, tapi itu belum cukup," ungkap dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Masih Baik

20150910- Suahasil-Jakarta
Kepala Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan Suahasil (kiri) menyampaikan pandangannya dalam diskusi menguji efektifitas paket kebijakan ekonomi Jokowi, Senayan, Jakarta, Kamis (10/9/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kendati begitu, ia menyatakan perolehan tersebut masih menandakan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan. Berkaca pada pencapaian negara lain dan kondisi global saat ini, pencapaian 5 persen masih tergolong tinggi.

"Dua tahun lalu india 7 persen, sekarang india menuju 5 persen. Brexit tetap menjadi tantangan, perang dagang Amerika Serikat dan China juga masih jadi tantangan," terang Suahasil.

"Dengan 5 persen pertumbuhan ekonomi, para ekonom di ruangan ini pasti akan mengerti bahwa dengan apa yang terjadi di dunia, maka pertumbuhan 5 persen adalah angka yang tinggi," dia menandaskan.

Perda yang Hambat Pertumbuhan Ekonomi Bakal Dikaji

201221-Pajak-AY1
Suasana di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Rabu (21/12). Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazar menyebutkan bahwa pajak menjadi tulang punggung bagi aktivitas perekonomian negara dalam jangka panjang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) melakukan kajian di enam daerah yaitu Provinsi DKI Jakarta, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Sidoarjo.

Kajian yang dilakukan fokus pada peraturan daerah terutama soal investasi dan kegiatan berusaha seperti Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Perda Pajak dan Retribusi, Perizinan dan Ketenagakerjaan.

Pada studi tersebut, KPPOD juga menemukan sebanyak 347 Perda dinyatakan bermasalah dari 1.109 perda yang dikaji. Ratusan perda bermasalah ini diduga menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan investasi di daerah.

Menanggapi persoalan Perda bermasalah, Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sukoyo menegaskan, apabila terdapat Perda yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi maka perlu dilakukan klarifikasi.

“Sekiranya ada perda, contohnya perda KTR yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi maka perlu dilakukan kajian (klarifikasi) untuk memastikan bahwa materi muatan yang terkandung didalamnya tidak sesuai dengan perundang-undangan yang lebih tinggi,” ungkap Sukoyo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (30/11/2019).

Sukoyo menjelaskan, kewenangan pembatalan sudah tidak dimiliki oleh Kemendagri. Oleh karena itu DPRD sebagai pembentuk perda KTR dapat menggunakan fungsi pengawasan pelaksanaan tersebut dan dapat juga melakukan legislatif review untuk memperbaiki atau mencabut bersama Pemda.

“Perlu melakukan penyisiran kembali terhadap materi muatan perda KTR dan perda lain yang tidak ramah dengan investasi,” jelas Sukoyo.

Berdasarkan ketentuan Permendagri 120 Tahun 2018 dalam hal ini Dirjen Otda mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Perda) dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Raperkada) provinsi melalui fasilitasi atau pengkajian dan verifikasi.

“Terkait Perda provinsi yang telah diundangkan dapat dilakukan klarifikasi atas permintaan masyarakat. Apabila Raperda atau Raperkada berasal dari kabupaten atau kota maka fungsi binwas terdapat di Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat,” jelas Sukoyo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya