Pelarangan Bahan Tambahan Hambat Inovasi Produk Tembakau

Berikut beberapa dampak negatif yang ditimbulkan karena pelarangan bahan tambahan dalam produk rokok.

oleh Tira Santia diperbarui 28 Jan 2020, 15:45 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2020, 15:45 WIB
20160308-Ilustrasi-Tembakau-iStockphoto1
Ilustrasi Tembakau (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Akademisi dan Pakar di bidang Industri Hasil Tembakau (IHT), Mochammad Sholichin, mengatakan pelarangan bahan tambahan akan mempengaruhi keseluruhan pasar produk tembakau, baik produk rokok kretek dan rokok lainnya akan menimbulkan banyak dampak negatif.

Berikut beberapa dampak negatif yang ditimbulkan karena pelarangan bahan tambahan, dalam produk rokok yang dipaparkan oleh Scholichin.

"Banyak muncul rokok ilegal, tidak ada pembeda antara rokok yang satu dengan yang lain, kerugian langsung dan tidak langsung pada keseluruhan rantai pasokan produk tembakau, dan yang terhubung dengannya," kata Sholichin dalam paparannya di acara Diskusi Bersama Gaprindo di Hotel Morrissey, Jakarta, Selasa (28/1/2020).

Meskipun sulit untuk menghitung efek ekonomis dari pelarangan bahan tambahan secara pasti, kerugian ekonomis yang besar akan dirasakan oleh petani tembakau, produsen kertas rokok, distribusi rokok, dan industri lainnya yang terhubung dengan rantai pasokan industri produk tembakau, termasuk penjual eceran dan pemasang iklan.

Sementara, menurutnya nikotin bukan bahan tambahan, melainkan senyawa yang terdapat secara alami dan sudah ada dalam tanaman tembakau itu sendiri.

Selain itu, bahan tambahan digunakan bertujuan untuk menciptakan cita rasa khusus, bagi masing-masing merek. Untuk menjaga kelembapan tembakau dan untuk membantu proses produksi. Contoh bahan-bahan tambahan adalah gula, coklat dan ekstrak rempah-rempah (kretek).

"Pelarangan bahan tambahan pada produk tembakau, akan menghambat inovasi yang saat ini sedang berkembang," ujarnya.

Padahal, menurutnya PP Nomor 109 Tahun 2012 masih relevan untuk mengatur produk rokok, dan bahan tambahannya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pengusaha Rokok Sebut Pemerintah Tak Perlu Revisi Aturan Soal Tembakau

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Ketua Gabungan Produsen Rokok putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti menilai isu revisi PP 109 Tahun 2012, merupakan isu yang penting untuk dibicarakan bagi pemangku industri tembakau. Hal ini karena bisa berdampak negatif pada pertumbuhan industri tembakau.

PP 109 Tahun 2012 sendiri berisi tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

"Kesempatan bagi kita untuk membicarakan isu ini menurut kami krusial, yakni revisi PP Nomor 109 Tahun 2012, kalau ini terjadi akan mengkhawatirkan memberikan dampak yang kurang baik mengganggu pertumbuhan industri tembakau," kata Muhaimin dalam Diskusi Bersama Gaprindo di Hotel Morrissey, Jakarta, Selasa (28/1/2020).

Selama beberapa tahun pertumbuhan Industri Hasil Tembakau (IHT) berada pada posisi stabil. Seperti tiga tahun sebelumnya dalam setahun IHT mampu menghasilkan 345 miliar batang.

Namun, pada tahun 2018 hanya mampu menghasilkan 330 miliar batang saja. Menurut Muhaimin, bisa dilihat adanya penurunan sebanyak 6 persen.

"Ditahun 2019 karena kita tidak ada kenaikan, maka volume IHT dikatakan kembali pada sebelumnya. Namun demikian, meskipun keadaannya membaik, kalau revisi  PP 109 Tahun 2012 dilaksanakan maka pertumbuhan IHT akan negatif," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya