Beras dan Rokok Punya Andil Besar terhadap Garis Kemiskinan

Beras menjadi komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada garis kemiskinan, baik di perkotaan maupun di perdesaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jan 2020, 14:25 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2020, 14:25 WIB
Bea Cukai Sita Jutaan Rokok dan Liquid Ilegal
Barang bukti hasil penindakan barang kena cukai di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Petugas mengamankan 8.074.940 batang rokok, 135.270 batang rokok elektrik, 21.650 gram tembakau iris, 2.700 batang cerutu, hingga 228 botol miras tanpa pita cukai. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat makanan masih menjadi faktor terbesar yang mempengaruhi garis kemiskinan di Indonesia. Pada September 2019, makanan berkontribusi 73,75 persen terhadap garis kemiskinan.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada garis kemiskinan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, pada umumnya hampir sama.

"73,75 berasal dari garis kemiskinan makanan. Harus ekstra hati-hati agar komoditas ini bisa stabil, tidak berfluktuasi, karena rentan berpengaruh terhadap masyarakat miskin," ujar Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Rabu (15/1/2020).

Beberapa komoditas yang memiliki pengaruh besar terhadap garis kemiskinan antara lain beras masih memberi sumbangan sebesar 20,35 persen di perkotaan dan 25,82 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua terhadap garis kemiskinan (11,17 persen di perkotaan dan 10,37 persen di perdesaan).

Komoditi lainnya adalah telur ayam ras (4,44 persen di perkotaan dan 3,47 persen di perdesaan), daging ayam ras (4,07 persen di perkotaan dan 2,48 persen di perdesaan), mie instan (2,32 persen di perkotaan dan 2,16 di perdesaan), guIa pasir (1,99 persen di perkotaan dan 2,78 di perdesaan), kopi bubuk & kopi linstan (sachet) (1,87 persen di perkotaan dan 1,88 persen di perdesaan).

Sementara itu, komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar baik pada garis kemiskinan perkotaan dan perdesaan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.

"Garis kemiskinan pada September 2019 adalah sebesar Rp440.538, per kapita per bulan. Dibandingkan dengan Maret 2019, garis kemiskinan naik sebesar 3,60 persen. Sementara jika dibandlngkan dengan September 2018, terjadi kenaikan sebesar 7,27 persen," ucapnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jumlah Penduduk Miskin Turun 0,44 Persen Jadi 24,79 Juta Orang

Tingkat Kemiskinan Penduduk
Seorang pedagang melintasi permukiman warga di Kawasan Penjaringan, Jakarta, Sabtu (23/11/2019). Bank Dunia mengukur tingkat kemiskinan dengan batas Upper Middle-Income Clas atau kelas menengah mempunyai pendapatan US$ 5,5 atau setara Rp 77 ribu per hari. (merdeka.com/Imam Buhori)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase penduduk miskin pada September 2019 sebesar 9,22 persen, turun 0,19 persen dibanding Maret 2019 dan turun 0,44 persen poin terhadap September 2018. Adapun jumlah penduduk miskin pada September 2019 sebesar 24,79 juta orang.

"Jumlah penduduk miskin pada September 2019 sebesar 24,79 juta atau menurun 0,36 juta orang terhadap Maret 2019 dan menurun 0,88 juta orang terhadap September 2018," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Rabu (15/1/2020). 

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2019 sebesar 6,69 persen, turun menjadi 6,56 persen pada September 2019. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada Maret 2019 sebesar 12,85 persen, turun menjadi 12,60 persen pada September 2019.

Dibanding Maret 2019, jumlah penduduk miskin September 2019 di daerah perkotaan turun sebanyak 137 ribu orang (dari 9,99 juta orang pada Maret 2019 menjadi 9,86 juta orang pada September 2019). Sementara itu, daerah perdesaan turun sebanyak 221,8 ribu orang (dari 15,15 juta orang pada Maret 2019 menjadi 14,93 juta orang pada September 2019).

Adapun faktor pemicu kemiskinan di Indonesia antara lain penurunan harga eceran beberapa komoditas pokok. Kemudian rata-rata pengeluaran per kapita di kota dan desa meningkat. Meski demikian, untuk mengatasi pengeluaran yang tinggi pemerintah sudah menopang dengan memberikan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

"Kalau pengeluaran tinggi di atas garis kemiskinan, di satu sisi pemerintah sudah berkomitmen untuk menyalurkan BPNT. Posisi sekarang September 2019, jumlah kabupaten yang dijangkau BPNT itu sekarang 500 kabupaten/kota meningkat dibanding Maret 2019," paparnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya