Pemerintah Tambah Sektor Industri yang Dapat Diskon Harga Gas

Salah satu sektor yang direncanakan akan ikut mendapat subsidi harga gas USD 6 MMBTU yakni industri karet.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 13 Feb 2020, 17:19 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2020, 17:19 WIB
Agus Gumiwang Kartasasmita
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan memperluas jangkauan industri yang mendapat harga gas bumi pada kisaran USD 6 per MMBTU. Penyesuaian ini merupakan amanat dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016.

Saat ini, ada 7 sektor industri yang berhak menerima distribusi harga gas murah. Diantaranya sektor pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, sarung tangan karet (glove), dan oleokimia.

"Nanti akan ada penyesuaian. 7 sektor ini akan kita utamakan. Nanti ada beberapa sektor yang kita masukan," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Kamis (13/2/2020).

 

Menteri Agus menyebutkan, salah satu sektor yang direncanakan akan ikut mendapat subsidi harga gas USD 6 MMBTU yakni industri karet.

"Sekarang yang mendapat manfaat gas USD 6 itu kan disebutnya industri sarung tangan. Nanti akan kita revisi lagi industri karet sendiri, karena karet pada dasarnya memang butuh gas," tuturnya.

Kendati begitu, ia belum bisa merinci sektor mana saja yang nantinya bisa mendapat harga gas murah. Dia mengatakan, pemerintah saat ini tengah meraba industri mana saja yang bakal diberikan subsidi tersebut.

"Kita lihat nanti penambahan. Kan tadi satu yang saya bilang karet. Saya tidak bisa menyatakan ada 3, 5, 10 (industri). Enggak bisa. Tapi sekarang sedang kita pelajari industri-industri mana yang memang membutuhkan gas, nanti kita masukin," pungkas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

PGN Evaluasi Biaya Distribusi untuk Turunkan Harga Gas

Jaringan Gas PGN Merambah Rusunawa Jakarta
Warga memasak menggunakan jaringan gas PGN rumah tangga di Rusunawa Griya Tipar Cakung, Jakarta, Kamis (28/11/2019). Pembangunan infrastruktur jaringan gas bumi untuk rumah tangga dan industri kecil untuk meningkatkan pemanfaatan gas domestik serta menekan penggunaan LPG. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) tengah mengevaluasi biaya dis‎tribusi gas bumi. Evaluasi ini untuk membantu pemerintah dalam menurunkan harga gas bumi.

Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatakan, ‎saat ini PGN sedang melakukan koordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) selaku regulator. 

Koordinasi tersebut dalam rangka menurunkan harga gas bumi ditingkat konsumen menjadi USD 6 per MBBTU.

"Kami sampaikan pembahasan penurunan harga gas industri, sedang kami konsultasikan dengan kementerian ESDM dan SKK secara intensif," kata Gigih, saat rapat dengan Komisi VI DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/2/2020).

Menurut Gigih, untuk menurunkan harga gas ditingkat konsumen menjadi USD 6 per MMBTU, PGN sedang melakukan evaluasi biaya distribusi gas melalui pipanya.

"Kami akan review seluruh biaya transportasi gas baik transmisi maupun distribusi, yang bisa kami berikan ke industri agar industri bisa lebih bersaing dan meningkatkan kapasitasnya," tuturnya.

Gigih mengungkapkan, PGN terus berkordinasi dengan pemerintah, agar penurunan harga gas menjadi USD 6 per MMBTU bisa tercapai, sesuai dengan target waktu 1 April 2020.

‎"Mudahan dari diksusi ini ada jalan keluarnya sehingga 1 April bisa kami terapkan Perpres 40," tandasnya. 

Turunkan Harga Gas, Pemerintah Diminta Berikan Insentif

Walikota Tarakan Ajak Warganya Manfaatkan Jaringan Gas Bumi
PT PGN tahun ini telah menyiapkan 21 ribu jaringan gas untuk sambungan ke rumah tangga di beberapa kelurahan di Tarakan.

Sebelumnya, pemerintah diminta untuk lebih teliti dalam menurunkan harga gas. Hal ini disinyalir bisa memicu kerugian bagi para pelaku industri jika tak dibarengi dengan adanya insentif.

Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengatakan, pemerintah harus melihat dampak dari sisi hulu ke hilir migas jika harga gas harus turun menjadi USD 6 per MMBTU. Upaya ini dilakukan demi menghindari kerugian dan melemahnya geliat investasi pada setor tersebut.

"Saya kan pernah di komisi VII DPR, bagaimana menghitung terhadap berbagai instrumen yang menyebabkan kemudian berlaku harga saat ini," kata Herman, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/2/2020).

Dia mengungkapkan, saat ini harga gas dari ‎sisi hulu atau sumur berkisar pada USD 7 hingga 9 per MMBTU. Jika ditambah biaya distribusi dan operasional makan tidak memungkinkan harga gas bumi turun menjadi USD 6 per MMBTU.

"Saya cek ke hulu, dihulu plus transportasi dan operasional, ya memang tidak memungkinkan," tuturnya.

Menurutnya, jika harga gas dipaksa turun menjadi USD 6 per MMBTU akan menimbukan kerugian bagi pelaku hulu migas dari hulu ke hiliri. Oleh sebab itu pemerintah ‎perlu memberikan insentif untuk menghindari kerugian terjadi.

‎"Sehingga kalau kemudian dipaksakan, harga USD 6 per mmbtu, tanpa ada dispensasi dari pemerintah, ya pasti akan rugi karena dengan business as usual tidak mungkin kalau menurunkan harga sampai USD 6," ungkapnya.

Dia menyebutkan, dispensasi yang bisa diberikan adalah menurunkan harga gas bagian pemerintah dari produksi sumur migas dan mensubsidi pada biaya distribusi serta opersional.

‎"Kalau untungnya tidak besar, ya tidak apa-apa. Yang penting jangan rugi, karena kalau penugasan membuat korporasi rugi, ya berarti kita membuat pohon itu layu dan tdak berbuah nantinya.

‎"Ya harus ada dispensasi atau insentif dari pemerintah. Sehingga secara ekonomis bisa dijalankan dengan harga 6 dolar‎," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya