Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Bagaimana Nasib yang Sudah Telanjur Bayar?

Pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh Mahkamah Agung perlu dijadikan momentum untuk membenahi sistem jaminan sosial nasional.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mar 2020, 16:20 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2020, 16:20 WIB
Iuran Naik, Peserta BPJS Kesehatan Diprediksi Pilih Turun Kelas
Petugas melayani warga yang mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas pada peserta akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh Mahkamah Agung perlu dijadikan momentum untuk membenahi sistem jaminan sosial nasional, khususnya sistem jaminan kesehatan nasional.

"Pemerintah dan DPR duduk bersama membahas soal ini, merancang kembali desain ulang tentang bagaimana sistem jaminan sosial nasional khususnya dalam aspek kesehatan. Kita tata kembali dengan baik," ujar Wakil Ketua Komisi IX Melky Laka Lena, di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (10/3/2020).

Persoalan yang terkait dengan sistem jaminan sosial nasional dapat menemukan jalan keluar yang komprehensif dan jangka panjang demi sistem jaminan sosial nasional yang lebih baik lagi.

"Ini menjadi momentum sebenarnya agar berbagai aspek yang selama ini menjadi persoalan yang, terkait kepesertaan, pembiayaan layanan yang diperoleh dan sebagainya itu bisa betul-betul dituntaskan," tegas dia.

Terkait skema pengembalian iuran yang sudah dibayarkan baik oleh pemerintah maupun individu, lanjut dia, tentu BPJS Kesehatan sudah harus memikirkan mekanisme teknisnya. Yang diperhatikan, yakni skema yang dipilih tidak merugikan pihak yang membayar iuran maupun BPJS Kesehatan.

"Misalnya kan BPJS Kesehatan punya data peserta yang sudah membayar (iuran). Kalau dia masuk kategori PBI atau Penerima Bantuan Iuran, baik APBN, ada 97 juta kurang lebih. Kemudian PBI Provinsi dan Kabupaten/Kota ada 37 juta. Berarti harus mengembalikan ke kas negara kan, baik ke pusat maupun Provinsi dan Kabupaten/Kota," ujar dia.

"Kalau peserta mandiri tentu itu urusan pribadi. Kalau dia dibayar perusahaan tentu perusahaan yang menerima pengembalian. Teknisnya saya kira bagaimana agar BPJS Kesehatan mengatur yang harus dikembalikan itu, jadi saja iuran bulan berikutnya. Itu bisa bisa diatur lebih teknis kan," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Iuran Naik, Peserta BPJS Kesehatan Diprediksi Pilih Turun Kelas
Warga mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas peserta BPJS Kesehatan akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan yang diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir, yang diajukan pada 2 Januari 2020.

"Kabul permohonan hukum sebagian," tulis MA dalam putusannya, yang dikutip Liputan6.com, Senin (9/3/2020)

Sidang putusan pengabulan tersebut dilakukan oleh hakim Yoesran, Yodi Martono, dan Supandi pada 27 Februari 2020.

Sebelumnya, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung agar dibatalkan.

Perpres tersebut mengatur kebijakan kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja sampai dengan 100%.

Tony Samosir menyatakan, pasien kronis cenderung mendapat diskriminasi dari perusahaan karena dianggap sudah tidak produktif lagi, sehingga rawan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya