Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) menyajikan unggahan diakun resmi instagram @kemenkopukm yakni “Tips 60 Detik Berbisnis di Era Pandemi”, yang ditujukan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang terdampak virus corona, agar pelaku UMKM masih bisa bertahan dalam keadaan saat ini.
Sebelumnya Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebut bahwa yang paling banyak terdampak oleh wabah corona adalah sektor UMKM. Oleh karena itu, pihaknya menginisiasi untuk membuat program tips berbisnis untuk UMKM di tengah pandemi.
Baca Juga
Tips yang disampaikan Kemenkop dan UKM menggandeng Founder Bixbux.com dan Affiliate Marketer yakni Wientor Rah Mada. Berikut simak tipsnya yang dilansir oleh Liputan6.com, Kamis (30/4/2020).
Advertisement
1. Berpikiran positif
Di masa krisis seperti saat ini, membuat Anda menjadi pebisnis yang jauh lebih fleksibel, saat Anda memproduksi baju tapi tidak ada yang beli, Anda harus berpikir untuk berpindah sementara memproduksi masker.
“Saya ada temen punya pabrik kosmetik, sekarang switch memproduksi hand santizer laku banyak lagi. Saat seperti sekarang ini memang tergantung bagaimana kita melihatnya.
Kalau kita ingin berpikiran negatif, ya lihat saja berita terus di TV di jamin malah parno sendiri,” kata Wientor.
Tapi kalau Anda memilih untuk berpikir positif, selalu ada jalan, selalu ada peluang baru.
2. Jualan online
Jangan takut, mungkin ini saatnya Anda belajar hal yang baru mumpung semua masih pada berhibernasi. Wientor menyarankan belajarlah jualan secara digital, cari e-course atau kursus online yang mengajarkan bagaimana jualan online. Kemampuan menjual secara digital ini akan menyelematkan Anda pada saat produk yang dijual offline terhenti.
3. Pasang iklan di facebook
Saat ini adalah saat yang tepat untuk belajar ngiklan di Facebook. Kenapa? Saat ini orang lagi banyak di rumah, mereka banyak lihat sosial media. Kemungkinan pada saat scrolling feed di sosial media inilah saat yang tepat untuk menyodorkan produk Anda melalui iklan.
Lalu produk apa yang pas dijual? Ya produk yang mendorong orang untuk impulsive buying yakni pembelian yang tidak direncanakan, tapi pas lihat iklan konsumen ingin beli. Barang impulsive ini tidak ada yang mahal, batas psikologis barang yang dijual online biasanya sekitar ya maksimal Rp 300 ribuan.
Contohnya barang penunjang kecantikan seperti sabun muka, pembersih muka, atau pelangsing. Selain itu, home decor kecil dengan desain yang menarik juga masih terjual laris.
4. Kolaborasi
Justri di masa sekarang ini Anda tidak boleh pake kacamata kuda, coba lihat lagi perjalanan bisnis ke belakang, mungkin Anda terlalu bergantung kepada diri Anda sendiri. Ini yang bikin cape, semua dikerjakan sendiri.
Pandemi mengajarkan Anda untuk kolaborasi. Skill yang selama ini selalu ada di diri Anda dan Anda manfaatkan sendiri untuk bisnis, mungkin cukup untuk kondisi normal, tapi ini kan situasinya sedang tidak normal.
“Masa iya masih mau sendirian, coba kolaborasi dengan pebisnis lain yang mempunyai skill yang berbeda dan Anda akan kaget nanti sama hasilnya,” ujar Wientor.
Selanjutnya
5. Bangkrut
Wientor bercerita bahwa dirinya juga pernah bangkrut tiga kali, ia merasa sangat terbebani, sampai tidak bisa tidur nyenyak, yang dalam pikirannya hanya hutang.
Lalu, ia pun akhirnya melalui perjalanan spiritual yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Yang pertama ia lakukan adalah mendatangi ibunya, lalu meminta maaf, sekaligus meminta doa restu untuk apa yang akan ia lakukan.
“Yang kedua, saya sedekah, pikiran saya simple saja, sedekah saat gak punya duit membuat kita berbeda, dan menjadi sangat ikhlas,” ujarnya.
Ketiga, ia mengontak teman-teman lamanya yang sudah lama tidak pernah berhubungan, bukan untuk minta pekerjaan tapi sekedar mengobrol saja, silaturahmi. Menurutnya, ketiga hal ini membuka jalan untuk bangkit lagi, bisa jadi juga buat Anda untuk bangkit.
6. Menjadi digital
Sebelumnya Wientor menyarankan untuk mencoba jualan memakai channel digital. Secara spesifik ia menyebutkan agar Anda mencoba untuk “ngiklan di Facebook.”
“Mindset-nya gini menjadi digital bedanya dengan analog bagi saya hanya satu yaitu data. Jikalau Anda memutuskan untuk terjun ke digital, data adalah hal pertama yang Anda cari, bukan sales atau konversi. Bayankan gini, Anda beriklan di billboard besar di jalan di tengah kota, nga ada yang tahu tuh siapa yang liat iklannya,” ujarnya.
Tapi kalau dengan channel digital Anda akan mendapatkan data demografi visitor secara lengkap. Dengan data yang baik Anda akan bisa optimasi, pada saat optimasi inilah penjualan akan melonjak tinggi.
Advertisement