Liputan6.com, Jakarta PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan memakai stimulus dana talangan dari pemerintah senilai Rp 3,5 triliun untuk menutupi defisit arus kas yang terjadi akibat pandemi COVID-19.
“Kami menyambut baik pemerintah memberikan stimulus dana talangan ke KAI berdasarkan keputusan Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan disepakati Rp 3,5 triliun. Memang kami melakukan semua upaya untuk mengurangi cash flow (arus kas) yang defisit,” kata Direktur Utama KAI Didiek Hartanto dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (22/5/2020).
Sejak Maret hingga Juni 2020 arus kas KAI defisit sebesar Rp 5,3 triliun. Angka ini diperkirakan akan terus bocor hingga akhir tahun jika pandemi COVID-19 belum berakhir.
Advertisement
Meski demikian talangan tersebut tidak diberikan secara cuma-cuma, tetapi ada suku bunga tertentu yang harus dibayarkan karena berasal dari Surat Berharga Negara (SBN).
Untuk itu ia juga mengajukan relaksasi pembayaran kredit ke perbankan di mana utang KAI senilai Rp 15,5 triliun. Dengan rincian, Rp 1,5 triliun modal kerja, Rp 4 triliun obligasi yang sudah dibayarkan Rp 2 triliun pada 2017, dan Rp 2 triliun pada 2019.
Selain itu Didik mengaku memangkas biaya modal sebesar Rp 3,5 triliun dari Rp 12 triliun menjadi Rp 9 triliun pada tahun ini.
Akibatnya KAI harus mengurangi atau menunda investasi, terutama yang sifatnya bukan Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Seperti LRT Jabodetabek yang investasinya Rp6,9 triliun, konstruksinya di Bekasi Timur, Cawang, Dukuh Atas ini sesuai pemerintah, (PSN) tetap dilaksanakan sisanya kami kurangi,” katanya.
Lebih lanjut ia menuturkan sisa belanja modal Rp9 triliun difokuskan untuk pengembangan angkutan barang di Sumatera Selatan.
Efisiensi
KAI Didik mengatakan pihaknya juga melakukan efisiensi biaya untuk perawatan kereta yang akhirnya dipangkas atau pembayarannya ditunda.
“Efisiensi biaya kami lakukan pemotongan terhadap biaya-biaya yang bisa dipotong atau ditunda pembayarannya, seperti perawatan kereta kita bicara sama vendor,” katanya.
Namun, lanjut dia, kereta yang ditunda perawatannya adalah untuk kereta-kereta yang tidak beroperasi, sehingga aspek keselamatan masih tetap terjamin.
Merosotnya arus kas yang terjadi pada KAI juga dipengaruhi oleh pembatasan kapasitas penumpang kereta baik jarak jauh maupun Kereta Rel Listrik (KRL).
Pasalnya, lanjut dia, kapasitas kereta api jarak jauh hanya diperbolehkan maksimal 50 persen dan KRL 35 persen dari kapasitas semestinya. Ini mengikuti aturan yang berlaku, yakni Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2020 tentang tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19
Serta Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19.
Advertisement