Pertama Sejak 1997, OECD Prediksi Ekonomi Indonesia Bisa Terkontraksi hingga 3,9 Persen di 2020

Terdapat 2 skenario tentang kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari OECD.

oleh Nurmayanti diperbarui 11 Jun 2020, 13:01 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2020, 13:00 WIB
Prediksi BI Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta menjadi gambaran pertumbuhan ekonomi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi atau minus 2,8 persen hingga minus 3,9 persen pada 2020.

Pemicunya masih imbas dari virus Corona atau COVID-19 yang memunculkan ketidakpastian terhadap perekonomian global termasuk Indonesia.

"Setelah pecahnya COVID-19, PDB (Indonesia) diproyeksikan berkontraksi pada 2020, untuk pertama kalinya sejak 1997 saat krisis Asia, sebesar 2,8 persen atau 3,9 persen tergantung pada skenario," mengutip OECD Economy Outlook edisi Juni 2020, Kamis (11/6/2020).

Dampak resesi terkait sosial-ekonomi dikatakan terutama kepada kelompok kelas menengah ke bawah,yang beresiko besar kembali masuk ke jurang kemiskinan.

Terdapat 2 skenario dari OECD. Perekonomian Indonesia diproyeksikan terkontraksi hingga 2,8 persen pada 2020 dan kembali tumbuh 5,2 persen pada 2021. Ini bila Indonesia bisa menghindari gelombang kedua penularan Covid-19.

Namun, kontraksi akan  terjadi lebih dalam dibandingkan skenario pertama. Perekonomian Indonesia bisa terkontraksi hingga 3,9 persen pada 2020.

Ini terjadi bila gelombang kedua penularan Covid-19 tidak terhindarkan. Sehingga, pertumbuhan ekonomi pada 2021 hanya mencapai 2,6 persen. 

Resesi COVID-19 menguak beberapa kekurangan program bantuan yang diberikan bagi individu yang rentan.

Meningkatkan sumber daya melalui program kartu pra-kerja dan reorientasi guna membantu pekerja yang terkena PHK dan atau dirumahkan, disebut menjadi solusi yang cepat.

Namun hal ini dinilai tidak dapat menggantikan skema asuransi progresif bagi pengangguran dengan pendanaan yang baik.

Pemerintah dinilai sebaiknya memulai kembali berbagai proyek investasi infrastruktur, sambil memastikan pemberian stimulus berkelanjutan secara sosial dan lingkungan tetap menjadi prioritas.

Indonesia juga diminta tetap meningkatkan penanganan penyebaran Covid-19 jika terjadi gelombang kedua lebih dari langkah saat ini. Pemerintah saat ini sudah menerapkan aturan seperti jaga jarak, penutupan sekolah, pembatasan perjalan maupun kerja dari rumah.

OECD memprediksi pemulihan ekonomi baru akan terjadi perlahan dan berlangsung pada akhir 2021.  "Ini tergantung pada apakah gelombang infeksi global kedua terjadi kemudian pada tahun 2020," mengutip penjelasan OECD.

Ekonomi Diprediksi Masih Tumbuh Negatif di Kuartal II, Kapan Mulai Pulih?

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi 2
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Reza Yamora Siregar memproyksikan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 masih akan bergerak negatif. Hal ini seiring dengan dimulainya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dilakukan oleh pemerintah.

"Saya melihat di pasar kayak ekspektasi market dan lain-lain itu anywhere negatif 3 sampai 4 persen di kuartal II-2020," kata dia dalam diskusi virtual di Jakarta, Rabu (10/6/2020).

Angka tersebut sangat konsisten dengan berbagai pertimbangan serta kondisi yang terjadi di dalam negeri. Kendati begitu, dia berharap pemulihan bakal terjadi mulai di kuartal ke III dan IV tahun 2020.

"Mudah-mudahan kita akan melihat positif di kuartal keempat, kuartal ketiga mudah-mudahan kita bisa, paling tidak walaupun negatif masih negatif yang kecil atau sudah masuk positif secara keseluruhan akan positif," jelas dia.

Dia menambahkan, secara keseluruhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 masih berjalan negatif tak sesuai ekspetasi pemerintah sekitar 3 persen.

Paling tidak dengan situasi sekarang ini, ekonomi RI hanya bisa tumbuh di kisaran 1 persen bahkan negatif di bawah 0,5 persen.

"Yang tadinya kita masih ekspektasi sekitar 3-4 persen sekarang sudah 1 persen sendiri itu dibawah 0,5 ekspektasi kita," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya