Pemerintah Kembangkan Lemari Pendingin Bertenaga Surya buat Pengusaha Perikanan

Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) sedang menyusun program pengembangan klaster ekonomi maritim

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 16 Jun 2020, 19:10 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2020, 19:10 WIB
Pasar Ikan Modern Muara Baru Mulai Ditempati Pedagang
Aktivitas pedagang saat bongkar muat di Pasar Ikan Modern (PIM) Muara Baru, Jakarta, Kamis (21/2). Selain area bongkar muat, PIM Muara Baru juga memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah, cold storage hingga food court. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengembangkan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk lemari pendingin (cold storage) di sektor perikanan. Hal ini bertujuan untuk menunjang kegiatan perekonomian berbasis kemaritiman dengan melibatkan Kementerian terkait.

"Kami sekarang ini sedang berproses untuk membuat pilot project dengan Kementerian KKP untuk mendukung PLTS cold storage yang ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang selama ini masih mengandalkan dari PLN. Ada peluang untuk bisa melakukan penghematan dari pemanfaatan EBT," kata Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris Yahya dalam siaran pers Kementerian ESDM, Selasa (16/6/2020).

Harris menjelaskan, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) sedang menyusun program pengembangan klaster ekonomi maritim dengan melakukan identifikasi potensi pengembangan EBT hingga pembahasan bentuk usaha penyediaan tenaga listrik yang diharapkan dapat selesai di bulan Agustus tahun ini.

Di sektor kelautan dan perikanan, Harris menyebutkan bahwa cold storage menjadi salah satu yang paling potensial untuk digarap dengan memanfaatkan energi surya. Dari data yang ada, tercatat sebanyak 6 dari perusahaan yang memiliki cold storage dengan total kapasitas 3.850 ton membutuhkan setrum listrik sebesar 1.721 kVA.

"Semoga benefit EBT ini bisa meningkatkan kesejahteraan dan akses listrik kepada masyarakat," tutur Harris.

Akselerasi EBT di Indonesia, menurut Harris, memungkinkan untuk bisa dipercepat di tengah pandemi Covid-19, sehingga target tambahan kapasitas pembangkit EBT sebanyak 9.000 MW di tahun 2024 bisa tercapai.

Jumlah itu meliputi peningkatan kapasitas pembangkit hidro sebesar 3.900 MW, bioenergi 1.200 MW, panas bumi 1.000 MW, dan panel surya 2.000 MW.

"Satu kondisi yang memperlihatkan bahwa kita saat ini fokus mengembangkan EBT termasuk yang intermiten. Solar PV atau panel surya kalau kita lihat secara global harganya semakin turun, biaya implementasinya juga semakin murah," tutur Harris.

 

Tonton Video Ini

Potensi Lain

Pemanfaatan Tenaga Surya Sebagai Sumber Energi Listrik Alternatif
Teknisi melakukan perawatan panel pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (6/8/2019). PLTS atap yang dibangun sejak 8 bulan lalu ini mampu menampung daya hingga 20.000 watt. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Harris menyebutkan, Kementerian ESDM sedang berproses untuk restructure dan refocusing karena selama ini perkembangan memang belum berjalan optimal untuk EBT.

"Meskipun naik, tetap masih ada usaha yang harus lebih gigih lagi khususnya terkait dengan implementasi keanekaragaman EBT," papar Harris.

Harris juga menyebutkan potensi lain yang bisa dikembangkan dalam skala mikro yakni PLTS Atap yang semakin dipermudah mekanismenya oleh Pemerintah untuk membangun pembangkit tersebut.

"Di Indonesia mekanismenya sangat sederhana. Hanya memasang meteran Solar PV Rooftop, ada meteran ekspor - impor, selisih ekspor impor itulah yang dibayar oleh pelanggan," jelas Harris.

Sebagai informasi, minat masyarakat terhadap PLTS Atap terus mengalami pertumbuhan signifikan. Hingga akhir Desember 2019, tercatat ada lebih dari 900 dari 1673 pelanggan pasang baru PLTS Atap sejak peraturan tersebut diterbitkan pada bulan Desember 2018.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya