Jadi Negara Menengah Atas, Indonesia Masih Gemar Impor Sampah

Komisi IV DPR menyoroti kebijakan pemerintah melakukan impor sampah.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jul 2020, 19:30 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2020, 19:30 WIB
Bea Cukai Kirim Balik 135 Ton Sampah Plastik ke Australia
Petugas Bea Cukai serta polisi menunjukkan kontainer berisi sampah plastik di Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Bea Cukai bekerja sama dengan KLHK dan kepolisian memulangkan sembilan kontainer berisi 135 ton sampah plastik impor bercampur limbah B3 asal Australia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto menyoroti kebijakan pemerintah melakukan impor sampah. Menurutnya, dengan penduduk sebanyak 267 juta jiwa dan baru saja naik kelas menjadi negara berpenghasilan menengah atas, Indonesia seharusnya tidak perlu lagi mengimpor sampah.

"Apakah produksi sampah di dalam negeri ini belum bisa memenuhi kebutuhan industri atau sudah memenuhi? Ini jadi pertanyaan. Karena Indonesia ini adalah negara yang statusnya sudah dinaikkan dari negara menengah ke level atas. Artinya Indonesia adalah negara industri. Penduduknya 267 juta jiwa dan semuanya setiap hari menghasilkan sampah," ujarnya di Jakarta, Kamis (9/7).

Hermanto tidak memungkiri ada kebutuhan industri terhadap sampah atau limbah yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Namun seharusnya, pemerintah bisa menangani masalah tersebut agar tidak selalu mengandalkan impor. Ia menegaskan, jangan sampai akibat impor, Indonesia menjadi negara sampah.

"Saya ingin membayangkan bahwa Indonesia ini seperti negara sampah. Jadi, kalau kita punya standing seperti itu kita sebagai bangsa sangat memalukan sekali ya. Saya ingin mencermati tentu sampah ini kita lihat dalam presfektif benefitnya apa. Jadi kita tidak mengkehendaki bahwa Indonesia ini berstatus sebagai negara sampah," paparnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Cari Solusi

Malaysia Kembalikan Limbah Plastik ke Negara Asal
Kontainer berisi sampah plastik dari Australia siap dikirim kembali ke negara asal di Port Klang, sebelah barat Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (28/5/2019). Malaysia menjadi tujuan alternatif utama untuk sampah plastik setelah China melarang impor limbah tersebut. (Mohd RASFAN/AFP)

Dia pun meminta pemerintah saling bahu membahu antar kementerian dan lembaga mencari solusi agar industri dapat menggunakan limbah dalam negeri. Dengan demikian, ketergantungan terhadap negara lain untuk masalah impor sampah tak lagi menjadi masalah yang harus memberatkan negara.

"Problem kita adalah tidak bisa mengklasifikasikan sampah. Jadi, usul saya mari kita dorong saja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membuat program mempercepat pengklasfikiasn sampah seperti yang dilakukan oleh negara lain," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya