OJK: Fintech Ilegal Punya Jaringan dengan Mafia India hingga Rusia

OJK mencurigai bahwa sebagian besar fintech ilegal yang marak saat ini memiliki jaringan dengan mafia internasional.

oleh Athika Rahma diperbarui 13 Jul 2020, 16:22 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2020, 16:20 WIB
Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi (SWI) telah berhasil memblokir 2.591 entitas fintech ilegal sejak tahun 2018.

Ketua Satgas Wapada Investasi Tongam L Tobing menyatakan, kebanyakan entitas tak resmi itu dikendalikan oleh server dari luar negeri, seperti Amerika dan China.

Oleh karenanya, pihaknya mencurigai bahwa sebagian besar fintech ilegal yang marak saat ini memiliki jaringan dengan mafia internasional.

"Kegiatan ini kalau bisa kita katakan adalah mafia. Ada mafia Rusia, ada mafia India dan seperti itu untuk mencari keuntungan yang besar dari masyarakat," kata Tongam dalam diskusi daring, Senin (13/7/2020).

Adapun sepanjang bulan Juni 2020, SWI telah berhasil menemukan 105 fintech p2p lending ilegal yang menawarkan pinjaman ke masyarakat lewat aplikasi dan pesan singkat. Para pelaku fintech ilegal memanfaatkan kesempatan di tengah pandemi untuk gencar menggaet korbannya.

Terlebih di masa sulit seperti ini, masyarakat butuh uang cepat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Gunakan Modus Lama

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas tengah melakukan pelayanan call center di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam melancarkan aksinya, fintech ilegal masih menggunakan modus lama seperti menawarkan pinjaman melalui aplikasi, media sosial atau pesan singkat.

Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK Munawar Kasan menyatakan, jika masyarakat menerima SMS yang langsung menawarkan pinjaman dengan mengklik link, tanpa persetujuan pemilik gawai, sudah dipastikan itu ilegal.

"Di tengah pandemi ini banyak yang kirim SMS, misalnya. Nawarin butuh uang untuk sekolah anak, klik link ini, dan lain-lain. Nah, itu dipastikan ilegal," ujar Munawar.

Pelaku fintech p2p yang legal dan terdaftar hukum tidak diperbolehkan menawarkan pinjaman atau beriklan tanpa seizin pemilik gawai dan pemilik nomor handphone. Oleh karenanya, pesan singkat yang muncul dengan embel-embel menarik dipastikan bagian penawaran dari fintech p2p ilegal.

Apalagi, ketika link diklik, calon korban bisa langsung meminjam uang dengan sangat mudah, tanpa mengetahui kalkulasi cicilan dan ketentuan lainnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya