Liputan6.com, Jakarta - Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen memperkirakan akan terjadi kontraksi ekonomi secara global sebesar minus 5,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di 2020.
Angka ini mencerminkan resesi global terparah sejak perang dunia II dan hampir tiga kali lebih tajam daripada resesi global 2009.
"Baik negara maju, negara emerging dan negara berkembang semua terdampak. Dan untuk tahun ini perekonomian negara maju menyusut signifikan," katanya dalam Indonesia Economic Prospect Report, secara virtual, Kamis (16/7).
Advertisement
Sementara untuk Asia dan wilayah pasifik diproyeksikan akan terkontraksi semakin tajam yakni 6 persen pada 2020. Itu terjadi akibat sebagian besar negara harus lockdown untuk bisa kontrol pandemi Covid-19.
"Namun tergantung penatalaksana waktu dan tentu ini pengaruhi tingkat PDB di negara tersebut," katanya.
Dia menambahkan disrupsi ekonomi terparah juga akan terjadi pada negara yang alami domestic breakout dan negara yang bergantung pada perdagangan global, pariwisata, ekspor komoditas dan pembiayaan keuangan eksternal.
Untuk Indonesia senidiri, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan turun dengan cukup signifikan. Hal tersebut didasari tiga hal, pertama kontraksi ekonomi global, kedua ekonomi Indoenesia akan terbuka kembali per Agustus, dan ketiga tidak ada gelombang kedua dari pandemi.
"Jika ketiga asumsi yang digunakan berubah maka forecast berubah," katanya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pertumbuhan Ekonomi RI Diprediksi Minus 4,3 Persen di Kuartal II 2020
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati kembali merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2020 menjadi minus 4,3 persen. Angka ini lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang hanya berada dikisaran minus 3 persen.
Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II tahun ini berada di antara minus 3,5 persen sampai minus 5,1 persen dengan titik terdalam yang paling baru di level minus 4,3 persen.
"Titik poinya kita ada di minus 4,3 persen jadi lebih dalam dari yang kita sampaikan minus 3,8 Persen," kata Sri Mulyani di gedung DPR, Jakarta, seperti ditulis Kamis (16/7).
Sri Mulyani menjelaskan turunnya pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tajam ini dikarenakan beberapa sektor industri kinerjanya terkontraksi dalam, mulai dari perdagangan, pertambangan, manufaktur, hingga transportasi.
"Transportasi itu walaupun sudah ada relaksasi tapi tidak pulih karena orang tidak melakukan traveling, walau terjadi tapi masih kecil sekali, pertambangan berkontribusi negatif growth cukup dalam di kuartal II," kata dia.
Advertisement
Perbaikan di Kuartal III 2020
Meski demikian, dia berharap perbaikan akan terjadi pada kuartal III-2020. Mengingat beberapa sektor sudah perlahan bergerak setelah sempat mengalami mati suri akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Kita berharap di kuartal III mengejar, beberapa data yang kita peroleh sudah menunjukkan adanya titik balik, namun titik baliknya ini adalah askselerasi itulah yang menjadi fokus presiden, belanja dari K/L, belanja dari daerah, perbankan sektor keuangan dan sektor korporasi bisa kembali," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com