Maraknya Alih Fungsi Lahan Sebabkan Produksi Pertanian Menurun

Kegiatan alih fungsi lahan pertanian sudah tidak bisa ditolerir karena membuat produksi pertanian akan terus menurun.

oleh nofie tessar diperbarui 11 Agu 2020, 17:21 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2020, 17:17 WIB
Maraknya Alih Fungsi Lahan Sebabkan Produksi Pertanian Menurun
(Foto:Dok.Kementerian Pertanian RI)

Liputan6.com, Jakarta Kegiatan alih fungsi lahan pertanian sudah tidak bisa ditolerir karena membuat produksi pertanian akan terus menurun. Sebab, lahan yang sudah beralih fungsi tidak akan bisa menjadi sawah kembali. Kondisi ini yang selalu dicegah oleh Kementerian Pertanian.

Pernyataan tersebut dikemukan dalam Executive Meeting Perlindungan LP2B, yang berlangsung di Bandar Lampung, Selasa (11/8/2020). Hadir dalam kegiatan ini Dirjen PSP Kementan Sarwo Edhy, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Bupati Lumajang Thoriqul Haq, dan Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan aktivitas alih fungsi lahan harus dicegah. Karena sangat merugikan pertanian.

“Kita tidak mau anak-anak kita tidak bisa lagi melihat pertanian. Karena sudah tidak ada lagi lahan dan aktivitas pertanian. Oleh karena itu, dalam banyak kesempatan kita meminta petani dan pemilik lahan tidak melepaskan lahannya dengan alasan apapun,” tegas Mentan SYL.

Sementara Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, mengatakan jika laju pembangunan tidak bisa dihindari seiring dengan tuntutan perkembangan teknologi dan perkenomian.

“Namun demikian, jangan sampai pembangunan tersebut mengorbankan secara langsung fungsi pembangunan pertanian. Karena, pada akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap penurunan produksi pertanian,” tuturnya.

Sudin menjelaskan, kondisi ini berbeda dengan penurunan produksi yang disebabkan oleh serangan hama, penyakit, kekeringan ataupun banjir. Karena, berkurangnya produksi padi akibat alih fungsi lahan sawah bersifat permanen.

“Lahan sawah yang sudah berubah fungsi tidak akan dapat menjadi sawah kembali. Hal ini mempunyai implikasi yang serius berupa dampak negatif terhadap produksi pangan, fisik lingkungan, dan budaya masyarakat yang hidup di atas dan sekitar lahan yang dikonversi tersebut. Oleh sebab itu, yang harus kita lakukan adalah meminimalkan alih fungsi lahan, khususnya di lahan pertanian,” kata Sudin yang menjadi Keynote Speech dalam Executive Meeting.

Menurutnya, alih fungsi lahan pertanian tidak hanya menyebabkan kapasitas memproduksi pangan turun, tetapi merupakan salah satu bentuk pemubaziran investasi, degradasi agroekosistem yang berdampak kepada meningkatnya pemanasan global (global warming), degradasi tradisi dan budaya pertanian.

Tidak hanya itu, alih fungsi lahan juga merupakan salah satu sebab semakin sempitnya luas garapan usaha tani serta turunnya kesejahteraan petani.

“Sempitnya rata-rata kepemilikan lahan dan belum terintegrasinya dukungan terhadap petani, menyebabkan kegiatan usaha tani yang dilakukan tidak dapat menjamin tingkat kehidupan yang layak. Oleh karena itu, pengendalian alih fungsi lahan sawah, serta upaya ke arah perlindungan lahan pertanian produktif, seperti yang kita agendakan hari ini merupakan salah satu isu kebijakan yang sangat strategis,” katanya.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy memperkuat hal itu. Menurutnya, keberadaan lahan merupakan faktor produksi yang utama.

Keberadaan lahan pun tidak tergantikan dalam pembangunan pertanian. Karena, sampai saat ini produksi pertanian masih berbasis lahan. Di sisi lain, secara filosofis lahan memiliki peran dan fungsi sentral bagi masyarakat Indonesia yang bercorak agraris karena memiliki nilai ekonomis, nilai sosial budaya dan religius.

“Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan syarat mutlak dalam mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian selalu mendukung pemerintah daerah untuk menjaga lahan pertanian yang dimiliki,” katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya