Cerita Pilu Hadapi Pandemi, Pendapatan Berkurang hingga Terpaksa Pecat Pegawai

Banyak masyarakat yang penghasilannya turun, bahkan hilang karena berbagai kebijakan yang dikeluarkan untuk menahan penyebaran virus Covid-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Sep 2020, 09:54 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2020, 19:30 WIB
Indonesia Bersiap Alami Resesi
Pejalan kaki bersiap menyeberang di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resesi pada kuartal III-2020, perekonomian Indonesia akan mengalami kontraksi hingga minus 2,9 persen. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Corona Covid-19 sangat berdampak ke ekonomi. Banyak masyarakat yang penghasilannya turun, bahkan hilang karena berbagai kebijakan yang dikeluarkan untuk menahan penyebaran virus Covid-19. 

Seperti yang dialami oleh Juniardi Firdaus. Pria ini  terpaksa merumahkan tiga karyawan toko sembako miliknya di kawasan Depok, Jawa Barat. Sejak virus Covid-19 menyebar di Indonesia, pendapatan warungnya turun drastis.

Sebelum pandemi, dalam sehari Toko Awit Depok Timur ini bisa meraup omzet Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per hari. Kini, warungnya hanya beromzet Rp 500 ribu per hari.

"Sebelum pandemi, omzet warung Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Sekarang omzet Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta sehari," kata Firdaus kepada merdeka.com, Jakarta, Minggu (27/9/2020).

Sebelum pandemi, pelanggan warung kelontong milik Firdaus dari berbagai kalangan. Mulai dari anak sekolah, guru, pedagang keliling, warga komplek hingga warga kampung.

Lokasi warung kelontong Firdaus terbilang strategis. Berseberangan dengan sekolah, dan tidak jauh dari komplek perumahan warga menengah. Selain itu juga ada ada perkampungan warga di belakang toko sembakonya.

Sayangnya, sejak pandemi Covid-19 sekolah ditutup. Lalu banyak wilayah yang ditutup untuk membatasi aktivitas masyarakat. Semata untuk menghindari penyebaran virus corona.

"Pas sekolah libur, semua hilang, belum lagi jalan diportal," ungkap Firdaus.

Selama pandemi ini pelanggannya pun menurun drastis. Menyisakan warga kampung yang jalannya tak ditutup.

Dia bercerita, sebelum pandemi warungnya ramai dikunjungi pelanggan. Bahkan, baru tutup menjelang tengah malam. Sekarang, dia lebih banyak melamun menunggu pembeli datang.

"Pelanggan berkurang, jadi banyak nganggurnya ketimbang melayani konsumen," katanya seraya tertawa.

Bahkan beras yang merupakan kebutuhan pokok pun tak laku dijual lantaran banyak warga yang mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Padahal, sebelumnya dalam sebulan dia mampu menjual beras hingga 200 kilogram sebulan.

Kini sembako yang masih dicari pelanggan berupa terigu, minyak, gula pasir, susu, mi instan, dan telur.

Cerita Karyawan

Indonesia Bersiap Alami Resesi
Pejalan kaki menanti angkutan umum di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resesi pada kuartal III-2020. Kondisi ini akan berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat hingga PHK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pegawai sektor formal pun ikut terkena imbas dari Pandemi Covid-19. Meski tidak mengalami pemberhentian hubungan kerja (PHK), tidak sedikit dari mereka yang mengalami penurunan pendapatan.

Salah satunya Mustabsyirotul Ummah atau yang akrab disapa Sita. Sejak pandemi, dia mengalami penurunan pendapatan hingga 50 persen.

"Tunjangan kinerja turun 60 persen, uang makan dan transport hilang. Jadi totalnya turun 50 persen," ungkap Sita saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Minggu (27/9/2020).

Meski berbagai tunjangan yang biasa dia dapatkan berkurang drastis, gaji pokok yang diterima tetap sama. Menurunnya tunjangan karena berbagai aktivitas seperti penelitian dan pengabdian tidak bisa dilakukan selama virus corona di Bandung mewabah.

"Gaji pokok tidak berkurang, cuma remunerasinya berbeda. Saya tidak bisa banyak dapat tunjangan kinerja karena penelitian dan pengabdian susah (dilakukan)," tuturnya.

Dalam menyiasati penurunan pendapatan ini, Sita pun harus memutar otak agar tetap bisa memenuhi kebutuhan keluarga selama satu bulan. Ibu satu anak ini pun memakai cara berbelanja di akhir bulan.

Sebagai pekerja yang mendapat upah di awal bulan, Sita justru memilih belanja bulanan di akhir bulan. Sebab, saat uangnya mulai berkurang dia akan membelanjakan uang dengan lebih bijak dan sesuai kebutuhan.

"Pas punya uang mepet dan harus belanja, itu secara psikologis akan lebih membelanjakan uang sesuai dengan kebutuhan yang memang penting dan memang butuh dibandingkan belanja saat punya uang. Kalau belanja pas punya uang itu justru kehabisan," Sita bercerita.

Untuk itu saat menerima gaji, Sita langsung membagi pendapatannya sesuai pos kebutuhannya. Bahkan dia mentransfer gaji ke rekening berbeda untuk memudahkan saat penggunaannya.

"Pas gaji masuk langsung transfer ke rekening lain, untuk tabungan dan keperluan kebutuhan bayi," kata dia.

Cara inilah yang digunakan Sita dan keluarga kecilnya bertahan hidup di masa pandemi. Lantaran masih memiliki bayi, dia pun mengurangi berbagai aktivitas di luar. Semisal bertemu dengan teman-teman di kafe atau sekedar nonton di bioskop.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya