Ekonom Sebut RUU BI Cuma Copy-Paste Aturan Sebelumnya

Ekonom menyebut RUU BI tidak memiliki urgensi.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 01 Okt 2020, 16:20 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2020, 16:20 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia (3)
Ilustrasi Bank Indonesia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Direktur Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto menyampaikan tanggapannya terkait Rancangan Undang Undang Bank Indonesia (RUU BI).

Ia menilai, RUU ini tidak memiliki urgensi. Bahkan ia menyebut produk ini merupakan perpaduan antara Orde Lama dan orde Baru.

“Saya menilai bahwa ini kelihatan sekali Undang-Undang ini kalau misalkan draft versi yang kemarin, 17 September itu mungkin menjadi usulan dari DPR maka ya Bank Sentral kita kembali kepada era perpaduan antara orde lama dengan orde baru. Karena beberapa aspek sebetulnya hanya copy-paste dari UU yang tahun 53 dengan yang 68 ya sini hampir beberapa dimasukkan lagi jadi seolah-olah mau bernostalgia dengan situasi di era Orde Baru,” ujar dia dalam webinar INDEF, Kamis (1/10/2020).

Menurutnya, ada beberapa aspek yang janggal dengan diusulkannya dewan kebijakan ekonomi makro.

“Ini kelihatan sekali ya antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal hanya di beberapa bagian pasal-pasalnya itu menjadi cukup rancu begitu.

“Dan beberapa aspek yang menurut saya berarti ini yang berfungsi lebih ke dewan moneter. Dewan gubernurnya perannya menjadi tergerus lagi,” kata dia. Ia menambahkan, dengan keadan seperti itu, maka akan memunculkan pertanyaan di publik, utamanya dari pasar keuangan.

“Kalau misalkan versi ini yang dijadikan acuan, maka ya pasti akan jadi pertanyaan banyak orang, terutama dari pasar keuangan. Karena kan nanti sangat mungkin kebijakan itu agak susah untuk dikatakan bahwa kebijakan ini independen berdasarkan analisa dinamika ekonomi yang terjadi,” jelas Eko. Lebih lanjut, Eko menyarankan agar draft usulan RUU BI ini disebarluaskan agar dapat dikritik banyak pihak.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

UU BI Perlu Direvisi Agar Bank Sentral Ikut Andil dalam Pertumbuhan Ekonomi

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok Perppu Reformasi Keuangan dan Revisi UU Bank Indonesia (BI). Banyak pihak melihat hal ini akan berpengaruh terhadap independensi dan kredibilitas Bank Sentral.

Guru Besar Ilmu Ekonomi UNDIP Prof. Dr. Fx Sugiyanto menyebutkan, setidaknya ada dua hal yang dinilainya menjadi latar belakang perlunya ada revisi UU BI, yaitu independensi dan koordinasi.

Ia menjelaskan, berdasarkan UU BI yang berlaku saat ini, BI tidak memiliki tujuan terkait pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sementera menurutnya, BI mestinya turut andil dalam pertumbuhan ekonomi Tanah Air.

“Kalau di dalam undang-undang yang sekarang tujuan Bank Indonesia itu tidak mengaitkan dengan pertumbuhan ekonomi. Saya berpandangan bahwa apapun yang mau dicapai Bank Indonesia itu harus mengacu kepada tujuan ekonomi secara keseluruhan,” kata dia dalam webinar INDEF, Kamis (1/10/2020).

Lebih lanjut, FX Sugiyanto menekankan pada konsep pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sebagai tujuan dari BI. Dimana ia menilai, stabilisasi harga merupakan bagian dari upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

“Kita bicara tentang konsep berkelanjutan, maka sebetulnya didalamnya tentu sudah terkait dengan bagaimana kualitas pertumbuhan itu harus dicapai. Jadi, yang mau saya sampaikan adalah, bahwa rencana pasal 7 itu mengenai tujuan Bank Indonesia itu perlu memasukkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sebagai acuan BI dalam rangka mencapai tujuan untuk pengendalian harga,” jelas dia. 

Gubernur BI: Presiden Jamin Independensi Bank Indonesia

BI Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5 Persen
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersiap menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengajukan usulan revisi Undang-Undang tentang Bank Indonesia (BI). Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi investor. Sebab, revisi ini dianggap akan mengikis independensi BI.

Menanggapi hal itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menekankan saat ini pemerintah belum melakukan pembahasan. DI sisi lain, Presiden juga akan tetap menjamin independensi dari Bank Indonesia.

“Dapat kami sampaikan dan kita cermati, 2 September 2020 (lalu) Bapak Presiden sudah menegakkan dan menjamin independensi Bank Indonesia dalam kesempatan ini beliau memberikan penjelasan bagi kores asing,” kata Perry dalam video konferensi, Kamis (17/9/2020).

Demikian juga, lanjut Perry, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang dalam keterangan persnya pada 4 september 2020 menegaskan hal yang sama.

“Dari keterangan pers Ibu menkeu huruf (f), beliau menyatakan, mengenai revisi Undang-Undang tentang Bank Indonesia yang merupakan inisiatif DPR, pemerintah belum membahas hingga saat ini. Penjelasan presiden sudah jelas bahwa kebijakan moneter harus tetap kredibel efektif dan independen,” jelas Perry. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya