Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah, meminta masyarakat untuk tetap tenang dalam merespon rilis Bank Dunia yang menempatkan Indonesia masuk ke dalam golongan 10 negara dengan Utang Luar Negeri (ULN) terbesar.
Mengingat laporan perbandingan yang di maksud tidak menyertakan negara-negara maju melainkan negara-negara dengan kategori berpendapatan kecil dan menengah.
Baca Juga
"Cara membaca utang luar negeri seharusnya tidak nominal. Selain itu, Negara yang dimasukkan dalam daftar tidak lengkap," ujar dia kepada Merdeka.com, Kamis (15/10).
Advertisement
Selain itu laporan tersebut juga diyakini bukan merupakan data semata ULN pemerintah. Melainkan utang gabungan pemerintah, BUMN, dan Swasta.
Dengan ekonomi yang besar, sambung Piter, utang Pemerintah tanpa BUMN dan swasta relatif rendah, yakni dibawah 30 persen per Desember 2019 lalu. Jika dibandingkan dengan 10 negara yang disebutkan dalam beberapa artikel pemberitaan media, sebagian besar utang pemerintahnya diatas 50 persen, sementara posisi Indonesia jauh di bawahnya.
"Kalau dengan cara ini maka akan jelas terlihat utang Kita Masih sangat aman. Rasio utang Kita per akhir 2019 masih dibawah 30 persen. Sangat jauh dibandingkan negara G20 lainnya. Bahkan, masih sangat rendah dibanding banyak negara Asean," terangnya
Oleh karena itu, dia meminta masyarakat lebih cermat dalam membaca laporan yang baru dirilis Bank Dunia terkait ULN Indonesia. Pun, struktur ULN Indonesia tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 88,8 persen dari total ULN sehingga dinilai masih aman.
"Jadi, itu membacanya harus benar. Pasti, pemerintah juga mengelola utang dengan prinsip kehati-hatian dan terukur," tutupnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Indonesia Peringkat 6 Utang Terbesar di Dunia, Masyarakat Tak Perlu Cemas
Staf khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin, menyatakan bahwa utang Indonesia masih aman dan terjaga. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu cemas merespons besarnya utang luar negeri Indonesia ini.
Pernyataan dari Masyita tersebut menanggapi pemberitaan mengenai pernyataan dari Bank Dunia bahwa Indonesia termasuk ke dalam 10 negara di dunia dengan utang luar negeri yang jumlahnya terbesar.
"Data ini adalah data utang luar negeri total, termasuk swasta. Kalau melihat dari sisi porsi utang pemerintah saja, dalam jangka panjang risiko fiskal kita masih terjaga karena beberapa alasan," singkat dia dalam siaran pers, Rabu (14/10/2020).
Rinciannya, pertama, porsi utang valas sebesar 29 persen per 31 Agustus lalu masih terjaga. Alhasil resiko nilai tukar lebih bisa dikelola dengan baik (manageable).
Kedua, profil jatuh tempo utang Indonesia dinilai masih cukup aman dengan average time maturity atau ATM 8,6 tahun (per Augstus 2020) dari 8.4 tahun dan 8,5 tahun di tahun 2018 dan 2019. "Rata-rata utang Pemerintah merupakan utang jangka panjang," ungkapnya.
Adapun, sambung Masyita, beberapa strategi Pemerintah untuk mengelola utang yakni memitigasi risiko fiskal, terutama pada portofolio utang. "Kita juga melakukannya strategi aktif meliputi buyback, debt switch, dan konversi pinjaman. Selain itu, secara umum tetap dilakukan manajemen yang baik terhadap waktu jatuh tempo dan pendalaman pasar keuangan," tambahnya.
Lalu, pemerintah juga tengah giat menggarap pasar domestik yang menyasar investor retail dari rakyat Indonesia sendiri. Di antaranya dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel, pengembangan instrumen dan infrastruktur pasar SBN untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri.
Terakhir, kebijakan pemerintah yang tengah melakukan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk memperkecil dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 disambut positif investor global. Sehingga diyakini tingkat kepercayaan investor asing maupun dalam negeri untuk berinvestasi di Indonesia juga masih cukup tinggi.
Terlebih, dana pihak ketiga (DPK) di sektor perbankan juga dinilai masih besar. Data Bank Indonesia mencatat per Agustus 2020, DPK mencapai Rp 6.228,1 triliun.
"Juga berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah masyarakat dengan simpanan di atas Rp 5 miliar terus meningkat. Sementara untuk masyarakat dengan simpanan di bawah Rp 100 juta, pertumbuhannya paling kecil dibandingkan nominal simpanan lainnya," tuturnya.
 Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Indonesia Duduki Peringkat ke-6 Negara dengan Utang Terbesar di Dunia
Sebelumnya, Bank Dunia membeberkan, Indonesia termasuk ke dalam 10 negara di dunia dengan utang luar negeri yang jumlahnya terbesar.
Hal tersebut dijelaskan dalam laporan Bank Dunia bertajuk International Debt Statistics (IDS) 2021. Laporan setebal 194 halaman tersebut menyatakan, Indonesia berada di peringkat ke-6 negara berkembang dengan utang terbanyak di dunia (daftar tanpa China).
Secara rinci, Indonesia memiliki jumlah utang yang selalu meningkat tiap tahunnya.
Mengutip tabel yang disajikan laporan tersebut, pada 2009, Indonesia memiliki utang luar negeri sebesar USD 179,4 miliar. Jumlahnya langsung meningkat pada 2015 sebesar USD 307,74 miliar.
Lalu pada tahun 2016, jumlahnya menjadi sebesar USD 318,94 miliar. Tahun 2017, utangnya naik menjadi USD 353,56 miliar, kemudian pada 2018 naik menjadi USD 379,58 miliar, dan pada 2019 menjadi USD 402,08 miliar.
Jumlah utang terbesar berasal dari utang jangka panjang dengan nilai USD 354,5 miliar pada tahun 2019, tertinggi sejak 2009. Sementara utang jangka pendek pada 2019 mencapai USD 44,799 miliar.
Adapun di atas Indonesia, terdapat 5 negara dengan utang luar negeri terbesar yaitu Brazil, India, Rusia, Meksiko dan Turki.Â