Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, buruh Indonesia meminta agar upah minimum tahun 2021 naik. Dia menolak permintaan kalangan pengusaha yang meminta agar di tahun depan tidak ada kenaikan upah minimum.
Menurutnya, kenaikan upah yang ideal adalah sebesar 8 persen. Hal ini didasarkan pada kenaikan upah rata-rata selama 3 tahun terakhir.
Baca Juga
Jika upah minimum tidak naik, kata Said Iqbal, hal ini akan membuat situasi semakin panas. Apalagi saat ini para buruh masih memperjuangkan penolakan terhadap UU Cipta Kerja.
Advertisement
Di mana seiring dengan penolakan omnibus law, buruh juga akan menyuarakan agar upah minimum 2021 tetap naik. Sehingga aksi-aksi akan semakin besar.
Menurut Iqbal, alasan upah tidak naik karena saat ini pertumbuhan ekonomi minus tidak tepat. Bandingkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1998, 1999, dan 2000.
"Sebagai contoh, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen. Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen," kata Said Iqbal.
“Jadi tidak ada alasan upah minimum tahun 2020 ke 2021 tidak ada kenaikan karena pertumbuhan ekonomi sedang minus. Saat Indonesia mengalami krisis 1998, di mana pertumbuhan ekonomi minus di kisaran 17 persen tapi upah minimum di DKI Jakarta kala itu tetap naik bahkan mencapai 16 persen," ujarnya.
Menurut Said Iqbal, bila upah minimum tidak naik maka daya beli masyarakat akan semakin turun. Daya beli turun akan berakibat jatuhnya tingkat konsumsi juga akan jatuh. Ujung-ujungnya berdampak negatif buat perekonomian.
Pihaknya juga mengingatkan, tidak semua perusahaan kesulitan akibat pandemi COVID-19. Oleh karena itu, dia meminta kebijakan kenaikan upah dilakukan secara proporsional.
Dengan kata lain, bagi perusahaan yang masih mampu harus menaikkan upah minimum. Lalu untuk perusahaan yang memang tidak mampu, undang-undang sudah menyediakan jalan keluar dengan melakukan penangguhan upah minimum.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pakai Formula PP Pengupahan, UMP 2021 Siap-Siap Tak Naik
Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021 kemungkinan tidak akan mengalami kenaikan. Hal ini merujuk pada ketentuan dalam PP 78/2015, dimana perhitungan UMP didasarkan pada perkembangan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahunan.
“Jadi untuk UMP tahun depan masih mengacu pada PP 78/2015. Rumusannya adalah UMP tahun berjalan dikali dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun 2020,” ujar Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang kepada Liputan6.com, Sabtu (17/10/2020).
Sementara dalam kondisi pandemi covid-19 ini, Indonesia telah mencatatkan kontraksi pada kuartal II, yang bahkan diprediksi berlanjut hingga kuartal IV 2020. Begitu pula daengan inflasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan deflasi 3 kali berturut-turut sejak Juli hingga September 2002.
Di sisi lain, Sarman mengaku dunia usaha sudah cukup tertekan selama pandemi covid-19 berlangsung. Dimana cashflow perusahaan turut terganggu.
“Jadi, disamping rumusnya (dalam PP 78/2015) memang seperti itu, yang kedua juga memang kondisi ekonomi kita dan dunia usaha juga seperti yang saat ini. Jadi kita lihat memang sesuai dengan rumusan yang ada, pertumbuhan ekonomi kita yang seperti ini, ya UMP tahun depan mungkin tidak ada kenaikan,” kata Sarman.
Advertisement
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Minus, Tak Ada Kenaikan UMP di 2021?
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan meskipun omnibus law UU Cipta Kerja telah disahkan pada Senin 5 Oktober 2020 lalu, pengaturan dan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) di 2021 masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
“Nah, terkait dengan upah minimum tahun 2021. Saya kira kalau kita sementara ini acuan tentang penetapan upah minimum itu adalah berdasarkan PP 78 tahun 2015,” kata Ida dikutip dari keterangannya, Jumat (9/10/2020).
Kata Ida, seharusnya pengaturan UMP 2021 tidak lagi mengikuti PP Nomor 78 tahun 2015, lantaran ada pengaturan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun akan ada peninjauan Komponen Hidup Layak (KHL) yang jatuhnya pada tahun 2021.
“Memang ada perubahan komponen komponen KHL untuk tahun 2021 ini,” ujarnya.
Apalagi di masa pandemi covid-19 ini pertumbuhan ekonomi Indonesia minus hingga -5,32 persen. Maka dari itu, Ida mengatakan kemungkinan penetapan UMP tidak akan naik sebagaimana mestinya, dikarenakan kondisi perekonomian tanah air ini yang belum kondusif.
“Namun demikian kita semua tahu akibat dari pandemi Covid-19 ini pertumbuhan ekonomi kita minus. Saya kira tidak memungkinkan bagi kita menetapkan secara normal sebagaimana Peraturan Pemerintah maupin sebagaimana undang-undang peraturan perundang-undangan,” jelasnya.