Naik 3 Kali Lipat, Defisit Amerika Serikat Tembus USD 3,13 Triliun di 2020

Angka defisit Amerika Serikat 3 kali lipat lebih besar dari defisit tahun lalu yang sebesar USD 984 miliar.

oleh Athika Rahma diperbarui 18 Okt 2020, 13:00 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2020, 13:00 WIB
Ilustrasi bendera Amerika Serikat (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Amerika Serikat (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta Pandemi Covid-19 membuat hampir seluruh negara menggelontorkan dana untuk menyelamatkan sektor kesehatan dan ekonomi, tidak terkecuali negara besar seperti Amerika Serikat (AS).

Mengutip laman CNBC International, Minggu (18/10/2020), hasil perhitungan akhir anggaran pemerintah AS menyebutkan negara Paman Sam tersebut mengalami defisit anggaran hingga USD 3,13 triliun atau sekitar Rp 46.212 triliun (asumsi kurs Rp 14.764) di tahun fiskal 2020.

Angka ini 3 kali lipat lebih besar dari defisit tahun lalu yang sebesar USD 984 miliar. Defisit tahun ini juga 2 kali lipat lebih besar dari rekor defisit anggaran tertinggi AS yaitu USD 1,4 triliun di tahun 2009 di saat krisis finansial kala itu.

Sebagian besar defisit dikontribusi oleh implementasi Undang-Undang CARES, yang mencakup kompensasi tambahan bagi pekerja yang dimutasi selama pandemi dan keringanan pinjaman usaha sebagai insentif untuk mempertahankan pekerja. Nilainya sendiri mencapai USD 2,2 triliun.

Departemen Keuangan Amerika Serikat mencatat, penerimaan negara tahun ini mencapai USD 3,42 triliun dari belanja negara sebesar USD 6,55 triliun. Belanja negara terbesar datang pada Juni ketika pemerintah menggelontorkan anggaran USD 1,1 triliun.

Secara total, utang pemerintah AS 'masih' di bawah USD 27 triliun (kecuali USD 6 triliun dipegang oleh publik). Pemungutan pajak mencapai USD 1,61 triliun untuk tahun ini, USD 203 miliar lebih sedikit dari perkiraan anggaran.

Secara rinci, pemungutan pajak perusahaan meleset dari perkiraan anggaran sebesar USD 51,8 miliar sementara asuransi sosial dan penerimaan pensiun berada di bawah USD 2,1 miliar.

Kemudian, perkiraan defisit anggaran juga meleset pada sektor pertanian, pendidikan dan kesehatan serta layanan sosial.

Biaya untuk membayar semua utang itu, untuk tahun ini, mencapai USD 522,8 miliar, yang sebenarnya merupakan total terendah sejak 2017.

Rendahnya imbal hasil obligasi pemerintah, sebagian dibantu oleh Federal Reserve, membantu menjaga biaya layanan utang tetap rendah.

Saksikan video di bawah ini:

Studi: Covid-19 Membuat Amerika Merugi Hingga Rp 236 Ribu Triliun

Bendera Amerika Serikat (unsplash.com/ben mater)
Bendera Amerika Serikat (unsplash.com/ben mater)

Laporan studi Journal of American Medical Association menyebut jika pandemi Covid-19 akan membuat Amerika bisa merugi hingga USD 16 triliun (Rp 236 ribu triliun). Angka tersebut jauh di atas prediksi banyak pihak saat Covid-19 mulai merebak pertama kali di Amerika.

Prediksi tersebut juga menghitung bagaimana kondisi kehidupan dari masyarakat di AS. Laporan memprediksi, jika pandemi Covid-19 terus berkelanjutan hingga 2021, angka kematian akan tiga kali lebih besar dari tahun ini.

Walaupun demikian, melansir laman  CBS News, Selasa (13/10/2020), laporan studi yang dibuat Mantan Menteri Keuangan Lawrence Summers sekaligus Ekonom dari Harvard University itu belum melalui proses review dan bersifat opini. Summers juga merupakan penasihat ekonomi Presiden Barack Obama dan Bill Clinton.

Tetapi jika memang kalkulasi dan estimasi dari laporan jurnal ini benar, maka pengaruh pandemi Covid-19 akan jauh lebih buruk terhadap ekonomi AS jika dibandingkan dengan krisis tahun 2008 dan bisa menjadi Resesi Hebat berikutnya.

"Virus Corona menjadi ancaman terbesar bagi kemakmuran dan kesejahteraan warga AS sejak Depresi Hebat," tulis para penulis.

"Total biaya pandemi - termasuk lebih dari langkah penguncian total selama hampur 10 minggu di sebagian besar negara, yang menyebabkan PDB pada kuartal kedua turun lebih dari sepertiga - akan melebihi uang yang telah dihabiskan AS untuk setiap perang sejak 11 September 2001, termasuk di Afghanistan, Irak dan Suriah," kata studi tersebut.

Penghitungan laporan tersebut, dilandasi dari fakta lapangan yang mengatakan bahwa faktor pengeluaran terhadap kebutuhan pandemi dan kebijakan lockdown akan membuat resesi ekonomi Amerika jauh lebih buruk dari prediksi.

Studi tersebut juga memperhatikan faktor kesehatan jangka panjang kepada pasien yang sudah sembuh dari Covid-19. Jika pengeluaran untuk anggaran kesehatan mental dan jangka panjang kesehatan Covid-19 diagabung, maka total pengeluaran tambahan akan bertambah sebesar USD 4,6 triliun.

 

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya