Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, pemerintah terus mendorong usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk segera bertranformasi digital. Hal itu dilakukan untuk menciptakan market yang besar bagi para pelakunya.
Tujuan tersebut turut tercantum dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, dimana 40 persen belanja pemerintah diharuskan untuk membeli produk UMKM. Menurut Teten, kebutuhan dari tiap instansi pemerintah akan barang UMKM kini banyak sekali.
Baca Juga
"Jadi kita sudah punya market yang sangat jelas. Jadi tinggal kita siapkan, kita kurasi produknya, kita inkubasi model bisnisnya, kita masukin di e-catalog LKPP dan pasar digitalnya BUMN," ujar dia dalam sesi webinar, Kamis (12/11/2020).
Advertisement
"Kita punya market yang sangat besar. Belum yang 300 juta penduduk Indonesia. Itu market yang sangat besar," dia menekankan.
Teten menilai, jika pasar domestik dan digital untuk pembelian produk UMKM sudah tersedia dengan baik, maka perputaran ekonomi nasional akan tumbuh pesat.
Lebih lanjut, pemerintah disebutnya juga tengah fokus mendorong tranformasi UMKM berbasis kawasan, komunitas hingga rantai pasok. Secara praktik, para pelaku UMKM di daerah nantinya akan coba dikelompokkan ke dalam satu kawasan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
UMKM Tak Bisa 100 Persen Go Digital, Kenapa?
Sebelumnya, Masifnya pemanfaatan teknologi digital utamanya saat pandemi covid-19, turut mempengaruhi pola konsumsi masyarakat yang bergeser pada transaksi daring. Hal ini dibarengi dengan meningkatnya UMKM yang bergabung dalam e-commerce. Upaya ini dilakukan tak lain untuk memastikan agar usaha tetap berjalan seiring perkembangan zaman.
Meski begitu, Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Muhammad Ikhsan Ingratubun mengatakan, UMKM tak bisa 100 persen go digital. Pasalnya, ada kondisi tertentu yang membuat pelaku usaha mikro memilih tetap melakukan usahanya secara konvensional.
“Kalau sampai 100 persen tidak bisa. Karena pertama, ribet. Kedua, pengetahuan atau kemahiran orang-orang yang di atas 40 tahun itu sudah tidak mau lagi online. Sangat sedikit,” kata Ikhsan kepada Liputan6.com, Kamis (12/11/2020).
Dalam catatannya, ada sekitar 13 hingga 15 persen pelaku UMKM yang telah bergabung dengan e-commerce. Di sisi lain, Ikhsan mengakui bahwa transaksi melalui e-commerce adalah yang paling aman saat ini. Baik untuk kesehatan, yaitu menghindari kontak fisik, juga dari sisi keamanannya.
Dihubungi secara terpisah, Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai, jumlah UMKM yang berpartisipasi dalam e-commerce belum mampu mendongkrak daya beli masyarakat di tengah pandemi, bahkan pada momentum Harbolnas 11.11 kemarin.
“Keterlibatan UMKM masih terbatas, karena baru 13 persen UMKM yang bergabung ke platform digital. Sisanya masih andalkan cara-cara pemasaran konvensional,” kata dia.
Selain itu, Bhima mendapati bahwa pasar e-commerce masih didominasi oleh barang impor. Sehingga kontribusi UMKM dari platform ini terhadap ekonomi nasional tak terlalu signifikan.
Advertisement