Rupiah Berpotensi Menguat Menyusul Hasil Uji Vaksin AstraZeneca

Rupiah dibuka di angka 14.150 per dolar AS, melemah tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 24 Nov 2020, 10:32 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2020, 10:30 WIB
Rupiah Menguat di Level Rp14.264 per Dolar AS
Pekerja menunjukan mata uang Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (19/6/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sore ini Rabu (19/6) ditutup menguat sebesar Rp 14.269 per dolar AS atau menguat 56,0 poin (0,39 persen) dari penutupan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar )

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Selasa pekan ini.

Mengutip Bloomberg, Selasa (24/11/2020), rupiah dibuka di angka 14.150 per dolar AS, melemah tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya. Namun menjelang siang, rupiah terus melemah ke 14.167 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.150 per dolar AS hingga 14.167 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih melemah 2,17 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.196 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.164 per dolar AS.

Meski melemah, rupiah masih berpotensi menguat seiring laporan uji vaksin COVID-19 dari perusahaan farmasi asal Inggris AstraZeneca.

Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan sentimen positif kelihatannya masih membayangi pergerakan harga aset berisiko pada pagi ini di pasar Asia.

"Tambahan laporan keberhasilan pengujian vaksin, kali ini dari AstraZeneca, memberikan sentimen positif ke pasar keuangan," ujar Ariston dikutip dari Antara, Selasa (24/11/2020).

Selain itu, kabar dari politik AS dengan Donald Trump akhirnya mengizinkan masa transisi pemerintahan dan potensi dipilihnya eks Gubernur The Fed Janet Yellen sebagai Menteri Keuangan AS yang baru oleh Joe Biden, juga memberikan sentimen positif ke pasar.

"Tapi, berita ini punya dua sisi, selain bagus untuk aset berisiko, juga mendorong penguatan dolar AS karena adanya kepastian politik di AS," kata Ariston.

Ia memperkirakan hari ini rupiah masih berpeluang menguat di kisaran Rp14.100 per dolar AS hingga Rp14.200 per dolar AS.

Pada Senin (23/11/2020) lalu, rupiah ditutup menguat 16 poin atau 0,11 persen ke posisi Rp14.149 per dolar AS dibandingkan hari sebelumnya Rp14.165 per dolar AS.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

BI Prediksi Rupiah Bakal Terus Menguat

Ilustrasi dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat, Jakarta, Kamis (23/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Bank Indonesia (BI) mencermati nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus menguat. Hal ini didukung oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, nilai tukar rupiah pada 18 November 2020 menguat sebesar 3,94 persen point to point dibandingkan dengan level akhir Oktober 2020.

"Perkembangan ini melanjutkan penguatan pada bulan sebelumnya sebesar 1,74 persen point to point atau 0,67 persen secara rata-rata dibandingkan dengan tingkat September 2020," jelasnya dalam sesi teleconference, Kamis (19/11/2020).

Menurut dia, selain karena peningkatan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik, penguatan rupiah juga terjadi seiring dengan turunnya ketidakpastian pasar keuangan global, seeta persepsi positif terhadap prospek perbaikan perekonomian domestik.

Dengan perkembangan ini, Perry mencatat, rupiah sampai dengan 18 November 2020 terdepresiasi sekitar 1,33 persen secara year to date jika dibandingkan akhir 2019 lalu.

"Ke depan, Bank Indonesia memandang bahwa penguatan nilai tukar rupiah berpotensi berlanjut seiring dengan levelnya yang secara fundamental masih undervalued," ujar Perry

"Hal ini didukung oleh defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah dan terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko di Indonesia yang menurun, dan likuiditas global yang besar," tandasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya