Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri Kementerian Perindustrian Eko Cahyanto membeberkan capaian investasi di industri pengolahan non migas dalam masa pandemi Covid-19.
Hingga September 2020, pertumbuhan investasi industri pengolahan naik 37,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan kondisi ini, diperkirakan, serapan investasi di sektor ini akan mencapai Rp 323,6 triliun pada tahun 2021.
Baca Juga
"Investasi sektor industri pengolahan ini terbukti tidak terpengaruh oleh pandemi Covid-19," ujar Eko dalam webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021, Kamis (26/11/2020).
Advertisement
Eko menjelaskan, investasi diperkirakan akan menjadi faktor penggerak pertumbuhan sektor industri di tahun 2021. Hal ini karena pemerintah telah meneken Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang digadang bakal mempermudah masuknya investasi ke Indonesia.
"Dan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan aturan turunannya sesegera mungkin akan menjadi daya tarik bagi investor," jelas Eko.
Indonesia, meskipun pertumbuhan ekonominya terkontraksi, namun levelnya masih cukup rendah dibanding dengan negara-negara ASEAN lainnya. Eko menyebutkan, beberapa perusahaan yang memiliki basis di China juga berencana melakukan relokasi pabrik ke Indonesia.
"Ini membuktikan Indonesia menjadi salah satu destinasi investasi di masa pandemi Covid-19," katanya.
Sementara itu, pertumbuhan ekspor di sektor ini juga mengalami pertumbuhan 0,18 persen hingga Oktober 2020. Dengan gambaran pencapaian ini, ekspor industri non migas diprediksi dapat menyentuh angka USD 127 miliar hingga akhir tahun 2020.
Lalu untuk tahun 2021, diproyeksi ekspor nonmigas akan meningkat menjadi USD 131 miliar.
"Dengan asumsi vaksin telah ditemukan, diperkirakan permintaan dunia mulai pulih dan konsumsi global meningkat sehingga dapat menggerakkan ekspor nonmigas Indonesia," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekonomi Pulih, Industri Pengolahan Nonmigas Diprediksi Tumbuh 3,95 Persen di 2021
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksi, industri pengolahan nonmigas akan mengalami pertumbuhan 3,95 persen tahun 2021 mendatang.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri Kemenperin Eko Cahyanto mengatakan, perkiraan ini didasarkan pada asumsi pandemi Covid-19 telah dapat dikendalikan dan vaksin tersedia secara bertahap di masyarakat.
"Ini skenario yang optimis seiring dengan berjalannya pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan pemerintah dan berbagai stakeholder," jelas Eko dalam webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021, Kamis (26/11/2020).
Adapun untuk tahun ini, pertumbuhan PDB industri pengolahan non migas sendiri diprediksi bakal terus berlanjut hingga triwulan IV 2020 seiring dengan peningkatan ekspor dan Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur yang meningkat sejak Oktober 2020.
Meski demikian, pertumbuhannya masih akan terkontraksi hingga -2,22 persen. Namun, angka ini mengalami perbaikan dari angka sebelumnya.
Subsektor yang mendukung perbaikan ini antara lain industri farmasi, produk, obat kimia dan obat tradisional, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri logam dasar dan industri makanan.
Sementara untuk tahun 2021, Kemenperin memprediksi seluruh subsektor industri pengolahan non migas sudah membaik sehingga mampu mendorong pertumbuhan secara keseluruhan yang lebih tinggi lagi.
"Pada tahun 2021, dengan asumsi pandemi Covid-19 terkendali dan sudah ada vaksin sehingga aktivitas ekonomi pulih, semua subsektor industri diproyeksikan mampu tumbuh positif," jelas Eko.Â
Advertisement
9 Strategi Kemenperin Capai Target Substitusi Impor 35 Persen di 2022
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen mewujudkan program substitusi impor mencapai 35 persen pada 2022. Terutama di tujuh sektor prioritas, yakni elektronik, kimia, otomotif, makanan dan minuman, tekstil dan busana, farmasi, serta alat kesehatan.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin, Eko SA Cahyanyo mengatakan, setidaknya ada 9 langkah yang telah disiapkan untuk mewujudkan program strategis tersebut. Pertama, larangan terbatas untuk registrasi dan perizinan impor, minimum impor price (MIP), dan kuota impor.
"Penerapan MIP dilakukan negara-negara lain, seperti India untuk tekstil dan baja, Vietnam untuk keramik, Argentina untuk tekstil, dan Uni Eropa untuk solar panel," kata dia dalam Webinar Insan Bisnis dan Industri Manufaktur Indonesia (IBIMA), Jumat (20/11).
Kedua, diberlakukannya preshipment inspection. Lalu, pengaturan entry point pelabuhan untuk komoditi tertentu di luar pulau Jawa.
Keempat, penambahan LSPro (Lembaga Sertifikasi Produk). Rinciannnya untuk Malaysia sebanyak 1, Jepang sebanyak 1, India 1, China 1, sementara Indonesia 69.
Strategi kelima, mengembalikan dari post-border ke border dan Rasionalisasi PLB (Pusat Logistik Berkat). Kemudian, menaikkan tarif MFN (Most Foreved Nation) untuk komoditi strategis.
Ketujuh, menaikkan implementasi trade remedies untuk safeguard, yakni China 1.020, Thailand 226, Filipina 307, Indonesia 102. Sedangkan, antidumping ialah India 280, Filipina 250, Indonesia 48 countervailing duty.
"Kedelapan, penerapan P3DN (Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri) secara tegas dan konsisten. Terakhir, pengerjaan bea keluar untuk beberapa komoditi primer dalam rangka menjamin kebutuhan bahan baku industri di dalam negeri," tukasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com Â
Infografis Protokol Kesehatan
Advertisement