Penangkapan Edhy Prabowo jadi Momentum Kaji Ulang Ekspor Benih Lobster

KKP diminta untuk mengambil langkah selanjutnya dalam menyikapi kebijakan ekspor benih lobster.

oleh Tira Santia diperbarui 30 Nov 2020, 12:40 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2020, 12:40 WIB
Lobster dan udang Tiger hasil tangkapan nelayan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Lobster dan udang Tiger hasil tangkapan nelayan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu lalu Indonesia dikejutkan dengan penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo pada Rabu (25/11/2020) ditangkap pukul 01.23 WIB, dini hari, di Bandara Soekarno-Hatta oleh KPK terkait dengan kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster atau benur.

Peneliti Kebijakan Kelautan dan Perikanan Pusat Penelitian Politik LIPI Anta Maulana Nasution mengatakan momentum penangkapan Menteri KKP harus menjadi pendorong bagi KKP untuk mengambil langkah selanjutnya dalam menyikapi kebijakan ekspor benur.

“KKP dapat memulai langkahnya dengan mengkaji ulang dari awal apakah sebenarnya kebijakan ekspor benur merupakan solusi yang tepat dari permasalahan yang dihadapi nelayan. Atau jangan-jangan kebijakan ini hanya sekedar memfasilitasi 'para aktor jahat' pemain ekspor benur”,” kata Anta dalam diskusi LIPI Sapa Media #6, Senin (30/11/2020).

Kemudian Anta menyarankan pentingnya melakukan analisis aktor-aktor yang berkepentingan, sebelum menerapkan Kembali kebijakan ekspor benih lobster sebagai langkah preventif untuk mencegah terjadinya monopoli.

“KKP harus bisa berperan bukan hanya sebagai fasilitator, tetapi juga harus menjadi aktor penengah yang memastikan bahwa kebijakan tersebut memberikan dampak yang seimbang bagi semua aktor,” jelas Anta.

Lanjutnya, kebijakan mengizinkan ekspor benur dalam pendekatan ekologi politik, tidak bisa dilihat hanya sebagai langkah Pemerintah untuk meningkatkan perekonomian nelayan.

Tapi juga harus dilihat sebagai upaya dari aktor-aktor selain nelayan yang memiliki kepentingan secara ekonomi, maupun politik untuk menguasai atau memonopoli bisnis ekspor benur dengan mengandalkan relasi kuasa politik.

“Ekologi politik melihat sebuah fenomena perubahan sumberdaya dari proses politik yang terjadi di belakangnya,” ujarnya.

Menurutnya fenomena kebijakan ekspor benih lobster menunjukan adanya indikasi oligarki yang kemungkinan selama masa Pemerintahan sebelumnya berusaha untuk ‘ditenggelamkan’ melalui pelarangan ekspor Benur dan mencoba bangkit kembali pada saat ini.

“Setidaknya ada tiga aktor yang berkepentingan dalam kebijakan ekspor benur, yaitu pemerintah, swasta, dan nelayan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 tahun 2020, khususnya pasal 5 terkait eksportir, dan Potensi relasi kuasa,” sebutnya.

Demikian ia menegaskan perlunya mengkaji ulang aktor-aktor yang berkepentingan agar kedepannya pengelolaan budidaya lobster bisa berjalan dengan baik.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Menko Luhut Diminta Stop Total Ekspor Benih Lobster

20161223-Rilis-Penyelundupan-GM1
Bibit lobster ilegal yang berhasil disita di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (23/12). Benur ini dikumpulkan dari nelayan di daerah Banyuwangi, kemudian dibawa ke Jakarta yang nantinya akan di ekspor ke Vietnam. (Liputan6.com/Gempur M. Surya)

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyarankan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, sekaligus Menteri KKP Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan untuk menghentikan kebijakan ekspor benih lobster atau benur yang ditetapkan Edhy Prabowo.

"Sebaiknya distop total dan diprioritaskan untuk usaha pembesaran lobster di dalam negeri," imbuh Abdul Halim kepada Liputan6.com, Senin (30/11/2020).

Meski saat ini kebijakan ekspor benih lobster dihentikan sementara, namun Luhut buka kemungkinan untuk kembali menggulirkan aturan tersebut. Dengan alasan itu dapat mensejahterakan para nelayan tangkap di daerah pesisir.

Namun, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti sempat menyoroti kebijakan pembukaan ekspor benur, yang dinilainya tidak sejalan dengan misi Kementerian KKP dalam menaikan pendapatan nelayan. Ungkapan itu disampaikannya melalui akun resmi Twitter @susipudjiastuti, Selasa 24 November 2020 pukul 16.54.

"Harga tak Menentu, Bisnis Ilegal Benur Lobster di Pesisir Barat Lampung Rugikan Nelayan," tulis Susi Pudjiastuti seraya mengutip salah satu artikel milik media lokal.

Susi sendiri memang sudah lama geram dengan dibukanya izin ekspor benur yang sebelumnya sempat dilarang. Kementerian KKP di masa pemerintahan Edhy Prabowo lantas membuka kembali izin tersebut, salah satu alasannya untuk melancarkan pemasukan nelayan.

Menurut dia, pelarangan ekspor benih lobster sama sekali tidak menyurutkan pemasukan para nelayan. Sebab, nelayan masih memiliki kesempatan mengambil induk lobster dewasa yang harganya bahkan bisa lebih tinggi dari sekadar menjual benur.

"Tangkap lobster itu ya emaknya, jangan bibitnya," tegas Susi beberapa waktu lalu. 

Infografis Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo

Infografis Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya