Ini Alasan OJK Wajibkan IKNB Beraset di Atas Rp 1 Triliun Punya Komite TI

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja merilis aturan mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi di sektor non-bank

oleh Athika Rahma diperbarui 07 Apr 2021, 11:05 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2021, 11:01 WIB
20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja merilis aturan mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi di sektor non-bank melalui POJK Nomor 4/pojk.05/2021.

Regulasi ini merupakan bentuk kontrol penerapan teknologi informasi yang memiliki risiko yang cukup tinggi. Salah satu aturan pengawasan tersebut ialah kewajiban perusahaan beraset di atas Rp 1 triliun untuk memiliki komite pengarah teknologi informasi.

Kepala Departemen Pengawasan IKNB 1A Dewi Astuti mengatakan, perusahaan dengan aset tersebut tentu memiliki risiko penerapan teknologi yang cukup besar sehingga harus diawasi.

"Secara bisnis, risiko yang ditimbulkan cukup besar, sehingga perlu ada piranti yang lebih, bahwa pelaksanaan TI dapat dilakukan dengan baik," ujar Dewi dalam media briefing OJK, Rabu (7/4/2021).

Dewi bilang, kewajiban memiliki komite pengarah IT ini bergantung sesuai variasi usaha di sektor non bank.

Patokannya ada di aset perusahaan senilai Rp 1 triliun. Namun jika suatu bisnis berhubungan erat dengan teknologi, perusahaan tersebut harus memiliki komite pengarah TI meskipun asetnya masih di bawah Rp 1 triliun.

"Seperti di P2P lending, kan mereka memang kegiatannya dari teknologi, jadi harus punya komite pengarah TI," kata Dewi.

Dewi menegaskan, digitalisasi adalah keniscayaan. Seluruh sektor bisnis pasti akan masuk ke ranah digital cepat atau lambat.

"Makanya kami melihat peran komite pengarah TI ini penting dalam Peraturan OJK, tapi kita sadari, kalau kita memaksakan sesuatu, implikasinya tidak akan tepat sasaran, jadi kita lakukan dengan pertimbangan bisnis," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

4 Fokus OJK Dukung Digitalisasi Keuangan

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat menggelar jumpa pers tutup tahun 2018 di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (19/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan roadmap digitalisasi keuangan. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, sektor keuangan mau tidak mau harus masuk ke ranah digital jika tidak ingin terkena disrupsi.

Menurutnya, terdapat 4 fokus OJK dalam menyusun roadmap digitalisasi keuangan ini. Pertama, menjaga stabilitas sektor keuangan.

"Kami sangat concern bagaimana perkembangan produk digital, baik di keuangan maupun non keuangan, ini sangat kami amati dan concern,bagaimana masyarakat terlindungi kebutuhannya dan mendapat benefit paling banyak dalam mengakuisisi produk digital ini," katanya dalam pembukaan Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) dan launching P2DD, Senin (5/4/2021).

Kemudian yang kedua, OJK juga memperhatikan bagaimana pengembangan keuangan digital dapat memberi kontribusi dan memberdayakan masyarakat itu sendiri.

"Agar masyarakat bisa mendapat keuntungan maksimal dengan adanya digitalisasi ini, dalam koridor stabilitas keuangan tetap terjaga," tuturnya.

Ketiga, OJK juga ingin agar keuangan digital dapat terjangkau masyarakat luas termasuk di daerah terpencil. Produk keuangan harus inklusif dan bisa didapatkan siapa saja.

"Keempat, digitalisasi ini harus berada dalam koridor environment standard. Kita harus comply terhadap ESG, ini sangat penting karena seluruh dunia juga concern terhadap hal ini," kata Wimboh.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya