Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi pertama di Kabinet Indonesia Maju.
Prosesi pelantikan berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/4/2021) dan disiarkan secara daring melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Pada kesempatan tersebut, Jokowi juga mengangkat Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), serta Laksana Tri Handoko selaku Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Advertisement
Nama Bahlil sendiri jadi pertama yang dipanggil Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg), untuk diangkat sebagai Menteri Investasi.
Adapun pengangkatan tersebut tercantum dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 72/P/2021 tentang Pembentukan dan Pengubahan Kementerian serta Pengangkatan beberapa Menteri Kabinet Indonesia Maju Sisa Masa Jabatan Periode 2019-2024.
Meski diangkat jadi Menteri Investasi, Bahlil tampaknya masih tetap akan mengemban tugas lamanya sebagai Kepala BKPM.
"Mengangkat Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal," tulis Keputusan Presiden tersebut.
Saksikan Video Ini
Kementerian Investasi Diharap Dongkrak Investment Grade Indonesia
Investment Grade and Outlook Indonesia masih stagnan setahun terakhir, Standard and Poor’s (S&P) bahkan belum mengerek naik dan masih mempertahankan outlook ‘negatif’ dengan rating BBB 22 April lalu. Level ini belum berubah sejak 17 April 2020, saat S&P menurunkan outlook stabil menjadi negatif.
Sementara sejumlah lembaga pemeringkat lainnya juga masih mempertahankan rating dan outlooknya seperti tahun lalu. Misalnya Fitch dengan rating BBB dan outlook stabil, sementara Moodys pada level Ba2 juga dengan outlook stabil.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) David Sumual menilai, jika dalam jangka menengah tidak ada revisi perbaikan, rating investasi dan outlook Indonesia bisa berpotensi untuk melorot.
“Terutama dari S&P yang outlooknya negatif, jika tidak ada revisi maka dalam jangka menengah masih bisa turun. Sementara Fitch, dan Moody’s dengan outlook stabil masih cukup baik,” ungkapnya, Rabu (28/4/2021).
Alasannya di tengah ketidakpastian pandemi, banyak negara termasuk Indonesia juga masih akan memangkas target pertumbuhan ekonomi sekaligus memasang posisi konservatif dalam jangka menengah.
Ini yang kemudian dinilai David bisa jadi penyebab potensi melorotnya rating. Sebab salah satu indikator penilaian rating terkait dengan prospek pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.
Diterbitkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan sejumlah perangkat regulasi turunannya menurut S&P juga bisa menjadi peluang meningkatkan investasi asing guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada 2022. David pun sepakat, bahwa seluruh instrumen untuk mendorong investasi memang perlu dioptimalkan pemerintah.
“Apalagi realisasi investasi kuartal I-2021 tercatat tumbuh baik, yang didominasi oleh PMA (penanaman modal asing), sementara investor dalam negeri justru terlihat masih wait and see. Ini harus dioptimalkan oleh pemerintah,” sambungnya.
Sebelumnya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan realisasi investasi pada kuartal I-2021 mencapai Rp219,7 triliun, tumbuh 4,3 persen (year on year/yoy).
Dari nilai tersebut PMA mendominasi senilai Rp111,7 triliun atau setara 50,8 persen dari total nilai, sementara PMDN (Penanaman Modal dalam Negeri) senilai Rp108,0 triliun. Secara tahunan PMA mencatat pertumbuhan 14,0 persen sementara PMDN tercatat negatif 4,2 persen.
Pentingnya investasi dalam meningkatkan perekonomian ini sejatinya juga dilihat pemerintah dengan meng-upgrade Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjadi Kementerian Investasi. Dan rencananya, Presiden Joko Widodo melantik Menteri Investasi pada Rabu (28/4/2021) ini.
Advertisement