Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Mengingat ada indikasi terdapat moral hazard dalam pengajuan PKPU dan kepailitan karena persyaratannya yang mudah.
Baca Juga
"Kami sampaikan usulan kepada pemerintah agar UU 37/2004 tentang kepailitan dan PKPU, penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk dilakukan moraterium melalui penerbitan peraturan pemerintah,"Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani, dalam Konferensi Pers Polemik PKPU & Kepailitan di Masa Pandemi Covid-19, Selasa (7/9).
Advertisement
Dia mengatakan, saat ini terjadi peningkatan kasus PKPU dan juga kepailitan yang meningkat. Di mana proses PKPU dan kepailitan di 5 pengadilan niaga umum pada 2020 mencapai 747 perusahaan. Sementara hingga Agustus 2021 sudah mencapai 551.
"Kami lihat bahwa pengajuan PKPU dan kepailitan ini sudah pada taraf menurut pengamantan kami sudah tidak dalam kondisi untuk menyehatkan perusahaan. Tetapi berujung pada kepailitan," katanya.
Padahal masud dari tujuan PKPU ini adalah untuk memberikan hak kepada debitur mengalami kesulitan untuk menunda pembayaran utang di dalam rangka menyehatkan perusahaanya. Namun demikian di dalam perjalanannya hal tersebut justru berujung kepada tuntutan kepailitan.
"Dan format dari PKPU ini yang seharusnya adalah format ataupun forum debitur untuk mengajukan penundaan kewajiban bayar utangnya tetapi justru 95 persen dipake kreditur yang mengajukan. Ini yang juga menjadi perhatian kami," jelas dia.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pengajuan PKPU dan Kepailitan Meningkat
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut bahwa terdapat peningkatan jumlah kasus pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Kepailitan, menjadi 430 kasus.
"Sampai sekarang sudah ada sekitar 430 kasus yang dipailitkan atau di-PKPU-kan di pengadilan Jakarta, Surabaya, dan lainnya," kata Menko Airlangga Hartarto dalam Rakernas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) secara daring di Jakarta, Selasa (24/8).
Pemerintah memandang terdapat moral hazard dalam pengajuan PKPU dan kepailitan tersebut karena persyaratannya yang mudah.
Aturan pengajuan PKPU, kata Menko Airlangga, merupakan produk hasil krisis moneter tahun 1998. Saat itu aturan dibuat untuk mempermudah pelaku usaha keluar dari dampak krisis sehingga sempat terjadi terjadi pengajuan kepailitan secara massal.
"Ini menjadi bagian dari EoDB (Ease of Doing Business atau kemudahan berusaha), bahwa mekanisme exit-nya dipermudah," kata Menko Airlangga.
Saat ini pemerintah sedang mengkaji moratorium atau penundaan pembayaran utang berdasarkan undang-undang untuk perusahaan-perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19 agar tidak sampai mengajukan pailit. Hal ini agar pengajuan PKPU dan pailit tidak sampai dimanfaatkan oleh oknum-oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Sekarang pemerintah sedang mengkaji terkait hal tersebut karena ini bukan hanya dimanfaatkan debitur tapi beberapa kreditur menggunakan ini sebagai bagian dari corporate action mereka," ucap Menko Airlangga.
Â
Advertisement